Koalisi Permanen

Partai GOLKAR melontarkan perlunya dibentuk koalisisi permanent untuk menjamin berlangsunngnya pemerintahan yang efektif. Gagasan ini tengah digodok oleh partai berlambang beringin rimbun. Jika koalisi permanent tercipta, adakah jaminan bahwa ke depan akan terjadi pemerintahan yang efektif?

Gagasan ini suatu yang maju. Menjawab persoalan yang terjadi selama ini di mana pasangan SBY-JK seringkali harus bernegosiasi dengan partai-partai politik pada saat hendak mengambil keputusan strategis dan politis. Pemerintahan SBY-JK tidak efektive dan selalu diwarnai dengan proses tawar menawar politik saat mengambil keputusan politik penting, khususnya terkait dengan posisi-posisi penting di cabinet dan jabatan-jabatan strategis lainnya.

Seperti diketahui bersama, Presiden SBY-JK selama ini selalu lamban dan sangat hati-hati dalam mengambil keputusan strategis. SBY-JK harus bernegosiasi lebih dahulu dengan beberapa partai politik. Parahnya lagi, acapkali sikap partai politik yang selama ini mendapat posisi dan menjadi pendukung SBY-JK bersikap mendua. Apabila kebijakan-kebijakan yang akan diambil itu tidak popular di mata rakyat, maka dengan mudah partai-partai politik itu seolah-olah pada posisi berseberangan dengan pemerintah. Sebaliknya lagi, pada saat menentukan posisi penting seperti posisi menteri dan jabatan strategis lainnya, partai politik sangat berkepentingan. Partai-partai politik menekan dan mengancam akan menarik dukungannya terhadap pasangan SBY-JK.

Inilah potret nyata, kondisi real yang terjadi dalam belantara politik negeri ini. Pemerintah terlalu banyak kompromi dan bernegosiasi dengan partai-partai politik yang tidak bisa dipegang komitmennya di parlemen. Pada saat tertentu menempatkan diri sebagai bagian dari pemerintah, akan tetapi pada saat yang berbeda, ketika kebijakan-kebijakan politik yang tegas yang harus diambil dan menyangkut hajat hidup orang banyak, dengan mudah dan leluasa menempatkan diri seolah-olah bukan menjadi bagian dari pemerintah. Padahal kadernya duduk atau diakomodasi dalam jabatan politik di kabinet.

*****
Presiden SBY-JK, sejauh yang terjadi selama ini, menjadi ‘dibajak’ dan terjebak dalam permainan dan kepentingan politik partai politik yang sifatnya pragmatis dan jangka pendek. Tentu gagasan ini bukan suatu yang baru. Menjelang PILPRES putaran ke dua, gagasan Koalisi Kebangsaan sudah ditetapkan oleh orang nomor satu di Partai Golkar kala itu, Dr. Akbar Tanjung. Koalisisi ini akan bahu membahu untuk memback up pemerintah jika pasangan Mega Hasyim terpilih dan sebaliknya akan mengambil posisi oposisi jika pasangan yang diusung kalah.

Sayang kesepatan itu berakhir dengan sendirinya sejalan dengan kalahnya pasangan Mega Hasyim kalah pada putaran ke dua PILPRES. Koalisi Kebangsaan, yang semula akan mengambil oposisi dari parlemen pusat sampai ke DPRD II pun tinggal kesepatan kosong.
Bagaimana menyikapi gagasan Koalisi Permanen yang hendak dilakukan Partai Golkar? Sebagai sebuah gagasan tentu sangat menarik dan penting untuk direalisasikan untuk kepentingan stabilitas dan efektivitas pemerintahan terpilih mendatang. Hanya saja, koalisi yang dibangun harus berdasarkan pada platform, visi dan gagasan politik yang sama. Tentu harus memalui proses pergumulan dan kajian yang matang dan serius.

Koalisi permanen adalah koalisi yang tidak bias dipecah oleh tawaran-tawaran jangka pendek. Menjadi pelajaran penting kemudian, nasib Koalisi Kebangsaan, yang nasibnya hilang begitu pasangan SBY-JK menang. Partai GOLKAR sendiri, yang menjadi motor penggagas koalisi ini, kemudian meninggalkan kesepatan politik itu bersamaan dengan gagalnya Dr Akbar Tanjung mempertahankan kepemimpimpinannya dalam Munas Bali.

****
Bisa jadi gagasan Koalisi Permanen yang mulai diusung Partai Golkar ini berbeda dengan gagasan lahirnya Koalisi Kebangsaan. Jika sebelumnya lebih kental aroma dan nuansa pragmatis setelah pasangan yang diusung kalah dalam putaran pertama PILPRES. Boleh jadi gagasan membangun koalisi permanent juga tidak lepas dari kepentingan politis yang sangat strategis juga.

Pertama, dalam fatsun politik, koalisi permanent selalu akan dipimpin oleh partai terbesar atau partai yang mendapat dukungan suara terbanyak. PEMILU Legislative 2004 membuktikan, Partai Golkar merupakan partai pemenang Pemilu. Dengan demikian jelas dan bisa dipastikan Partai Golkar akan menjadi jangkar politik dari koalisi permanent yang sedang digagasnya. Dengan demikian, partai-partai yang akan diajak ke dalam koalisi, sebenarnya lebih merupakan upaya untuk menarik orbit ke dalam orbit politik Partai Golkar.

Dengan demikian, dalam koalisi yang sedang digagas itu, belum ada bayangan apakah partai-partai politik lain mudah akan ditarik dan diajak masuk ke dalam koalisi permanent yang sedang digagas itu.

Kedua, koalisi lazimnya berbasis kepada ideology dan visi politik yang sama. Jika misalnya Partai Golkar menggunakan basis ideology dan visi politik yang sama, pertanyaannya kemudian, apakah PDIP yang memiliki kedekakatan dari segi ideology kebangsaan dengan sendirinya akan bergabung dengan Partai Golkar. Secara politis agak sulit membayangkan hal itu terjadi.

Kekuatiran saya, jika tidak dilandasi oleh kesamaan basis ideology yang sama, tidak mustahil koalisi permanent yang sedang digagas itu seperti koalisi kerakyatan yang dibangun oleh SBY-JK. Hanya bisa berjalan pada saat berkuasa dan dipenuhi kepentingan politik jangka pendeknya semata.

1 komentar:

Anonymous said...

Koalisi permanen semoga berbasis ideologi, bukan kepentingan. Suatu yang menarik dan mestinya harus demikian adanya, yang menjadi soal apakah mungkin bisa terjadi sekarang di tengah-tengah maraknya pragmatisme politik

Network