Membaik Meski Belum Optimal

Opini Indonesia, Th. II, ed. 055, 18-24 Juni2007
Adalah Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah, mengatakan soal kinerja bank-bank milik Negara itu belum optimal meski kondisi makro ekonomi telah membaik. Diakui, bank pelat merah selama beberapa bulan terakhir menunjukkan kinerja bank badan usaha milik negara (BUMN) membaik meskipun belum optimal.


Berdasarkan catatan Bank Indonesia, sejak awal tahun hingga April lalu, rasio biaya operasional dibandingkan pendapatan operational perbankan terus menurun. Sementara pada Januari lalu, sekitar 149,99 persen. Jumlahnya menurun pada Februari menjadi 114,01 persen. Maret lalu, angkanya menurun lagi menjadi 102,73 persen. Sedangkan April, menjadi 100,03 persen. Tingginya angka biaya operasional dibandingkan dengan pendapatan operasional, mengindikasikan perbankan belum efisien. Tidak hanya itu, struktur finansial masih dangkal, kredit bermasalah masih tinggi, ekspansi kredit rendah dan kurang berkembangnya pendapatan bank berbasis fee (fee based income).

Tentu saja, ini kondisi yang tidak terlalu menggembirakan di tengah-tengah harapakan agar perbankan berperan penting mendukung perekonomian. Ini agenda yang harus segera diselesaikan oleh bank-bank pemrintah agar meningkat daya daya tahan dan semakin kompetitif, dan efisien sehingga mampu mendukung perekonminan nasional.

Biaya Operasional dibanding Pembiayaan Operasional (BOPO) bank milik pemerintah, lebih tinggi dibanding rata-rata BOPO di industri perbankan yang berkisar 80-90 persen. Sebab pencadangan penghapusan aktiva produktif yang harus dikeluarkan masih tinggi, sementara angka kredit seretnya tergolong besar. Jika tingkat kredit seret bisa dikendalikan, bank milik negara akan efisien dan tidak perlu mencadangkan penghapusan aktiva.

****
Kredit macet pada bank-bank BUMN, memang berkurang setelah pemerintah mengeluarkan PP No 33/2006 yang diikuti peraturan pelaksanaan melalui Peraturan Menteri Keuangan No 87/PMK/07/2006 soal Pengurusan Piutang Negara/Daerah. Selama ini hampir dua pertiga kredit kredit bermasalah (non performing loan/NPL) industri perbankan berasal dari kredit korporasi.

Apakah pertanda efektivitas PP dan PMK dalam menurunkan jumlah NPL? Yang pasti dengan kebijakan itu mampu mendorong bank BUMN untuk membuka kembali kran kredit korporasi yang selama ini tersendat, akibat tingginya NPL di bank BUMN.
Seperti diketahui, PP No 33 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara atau Daerah dapat membantu penyelesaian kredit macet bank berstatus badan usaha milik negara (BUMN). Sebab, peraturan tersebut memberikan ruang gerak yang sama dengan bank-bank swasta, sehingga bank pemerintah mampu bersaing. Salah satu yang ditegaskan dalam PP itu, piutang bank BUMN tidak termasuk ruang lingkup piutang negara. Piutang bank BUMN dapat dilakukan melalui mekanisme korporasi dengan persetujuan komisaris dan pemegang saham.

Secara bertahap penyelesaian kredit macet bank BUMN dapat dilakukan jajaran direksi bersama unit kerja pelaksana, dan selanjutnya diputuskan pemegang saham. Sedangkan tahap akhir penyelesaian kredit macet diputuskan OC sebagai komite pengawas. Tahapan ini memang dapat menciptakan transparansi, adanya check and balance serta mencegah terjadinya moral hazard.

*****
Salah satu tantangan yang dihadapi dunia perbankan bagaimana menurunkan NPL (kedit macet), meningkatkan ekspansi kredit dan menaikkan modal agar memenuhi skema Arsitektur Perbankan Indonesia (API).

Pada saat yang bersamaan, juga harus menghadapi lingkungan politik dan hukum yang tidak pasti. Suhu politik bakal memanas lebih cepat dari perkiraan dan penegakan hukum yang membuat bankir dan dunia usaha takut. Perbankan juga harus mencari sumber dana alternatif yang lebih murah, seperti menerbitkan subdebt atau right issue.

Upaya untuk meningkatkan efisiensi melalui memperbaiki struktur dana pihak ketiga (DPK). Dengan meningkatkan dana murah (giro, tabungan), memperbaiki jangka waktu tempo DPK dengan raising fund melalui penerbitan surat berharga, seperti sub debt atau right issue. Cara lainya, mengimplementasikan paperless works, misalnya melalui internet, email, teleconference, dan menjual aset tetap yang tidak produktif melalui revaluasi asset.

Masih ada cara lagi, dalam melakukan efisiensi lain dengan mengurangi kegiatan nonkorporasi, outsourcing untuk jenis pekerjaan non core business process re-engineering dan revisi business model.

Ellyasa KH Darwis

Network