Betulkah Tak Akan Ada Lagi Krisis?

OPINDO Th II, edisi 051/21-27 Mei 2007


ADALAH Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang mengklarifikasi pernyataannya sebelumnya soal ancaman krisis ekonomi kedua menyusul derasnya aliran dana yang masuk ke kawasan Asia, termasuk Indonesia. Tak akan terjadi krisis. Kondisi Indonesia saat ini cukup kuat. Pemerintah sudah mengantisipasi jika sewaktu-waktu uang panas itu keluar dari Tanah Air. Pendeknya, tidak alasan untuk terjadinya krisis baru seperti yang terjadi pada 10 tahun silam.

Tim ekonomi dan pihak BI pun kompak. Menteri Koordinator Perekonomian Boediono menyakinkan bahwa secara umum perekomian mengalami perbaikan signifikan. Tengaranya adalah tampak dalam perbaikan indeks harga saham, menguatnya rupiah, terus turunnya suku bunga dan meningkatnya cadangan devisa.

Gubernur BI Burhanuddin Abdulah, menyakinkan pula sambil menegaskan tidak ada faktor domestik Indonesia yang dapat memicu krisis moneter. Nilai tukar rupiah selama 2007 menguat 1,025 persen. Itu artinya, masih kompetitif dibandingkan mata uang lain di wilayah Asia yang menguat antara 3,50 persen hingga tujuh persen.

Semua kompak satu suata. Masuknya dana asing ke Indonesia itu tidak akan berdampak negatif sejauh bisa ditangani secara proporsional. Salah satu caranya adalah diupayakan untuk dialihkan ke proyek-proyek jangka panjang.


******
BELAKANGAN ini, triliunan rupiah aliran dana masuk ke Indonesia. Dana yang mengalir itu bersifat jangka pendek melalui pasar modal serta surat berharga. Tentu saja, dana itu mudah datang dan mudah pergi. Fenomena ini mendekati kecenderungan yang terjadi menjelas tahun 1997. Saat itu, aliran mengalir deras dan beberapa saat kemudian berlomba lari. Kita masing ingat, itu memicu krisis dan mengakibatkan kondisi ekonomi yang mengalami kontraksi hingga minus 13 persen. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Jakarta (BEJ) mencapai titik terendah 254 poin.
Inilah yang dikuatirkan banyak kalangan termasuk dari Tim Ekonomi Indonesia bangkit. Bagaimanapun juga, arus modal yang bergerak di pasar modal, sangat mudah dating dan pergi. Lain halnya jika aliran itu tertuju pada sector riil, hingga bisa membantu untuk menyelesaikan pekerjaan rumah soal pengangguran dan kemiskinan yang tak kunjung turun.

Oleh karena itu, masalah ini memang harus terus diantisipasi hingga satu tahun ke depan jika terjadi pembalikan arus modal ke luar negeri. Saat ini, arus modal yang masuk ke pasar finansial Indonesia berkisar 30 hingga 50 miliar dolar Amerika Serikat. Data Bank Indonesia yang menunjukkan sebagian besar dana asing itu masuk ke suku bunga SBI Rp 45 triliun, surat utang negara Rp 77 triliun, dan saham Rp 5,67 triliun. Dana yang tidak mengakar itu bisa berpindah setiap waktu, sehingga sangat berisiko bagi perekonomian.

**
PEMERINTAH percaya diri. Bahkan Wapres Yusuf Kalla dengan tegas menjamin tak akan terjadi krisis. Faktanya memang dana itu hanya mengalir ke pasar modal bukan sector riil. Ya, itu hanya menenangkan kalangan awam saja dan cenderung mengabaikan fakta di lapangan.

Oleh karena itu, sebaiknya Tim Ekonomi Pemerintah tidak boleh terlalu percaya diri terhadap fundamental ekonomi nasional. Ancaman krisis ekonomi-keuangan di negara-negara Asia, termasuk Indonesia, bukan ilusi. Sikap yang terlalu percaya diri yang ditunjukkan selama ini bisa membuat pemerintah terlena krisis ekonomi-keuangan justru menerpa.

Pemerintah diingatkan untuk mewaspadai terpaan krisis ekonomi-keuangan seperti sepuluh tahun silam. Mengapa? gejala ke arah itu bahkan sudah mulai terlihat, yakni berupa arus dana asing yang begitu deras. Dana tersebut hanya mampir di instrumen investasi portofolio. Jadi, tidak menyentuh sektor rill yang bersifat investasi langsung jangka menengah dan panjang,

Pada sisi lain juga, saat ini tidak ada pengawasan ketat terhadap arus masuk hot money ini. Padahal investor portofolio amat sensitif terhadap stabilitas politik maupun ekonomi. Sedikit saja stabilitas goyah, serta-merta akan menarik habis dana investasi mereka ke luar.

Untuk itu, pemerintah perlu segera mengubah kebijakan ekonomi dengan lebih menyentuh dan menggerakkan sektor riil. Dengan kata lain, jika sektor riil disentuh, krisis pasti berlalu. Sebaliknya, jika dibiarkan tak tersentuh, maka Krisis jilid dua akibat kelebihan likuiditas sekarang ini sungguh sudah di ambang pintu. Seperti diketahui bersama, kondisi keuangan kita sangat rentan terhadap krisis tersebut karena sektor riil yang tidak bergerak atau digerakkan. Atau bisa dikatakan sebagai mati suri sebagai akibat dari tidak memperoleh dukungan kuat sektor moneter.

Tak ada cara lain, dalam waktu dekat pemerintah segera melakukan antisipasi atas kemungkinan terjadi lagi krisis ekonomi-keuangan, dengan segera mengeluarkan kebijakan yang langsung menggerakkan sektor riil dan mulai membatasi arus masuk hot money ke dalam negeri.

Jika tidak, maka ekonomi nasional bisa bermasalah jika terjadi kejutan-kejutan yang mengakibatkan dana dalam berbagai fortofolio investasi keluar dengan cepat. Untuk menahan agar portofolio investasi bertahan lebih lama, pemerintah harus segera membenahi fundamental ekonomi nasional.

Ellyasa KH Darwis

Network