Tanggung Gugat Publik BK DPR

Ellyasa KH Darwis, Opindo,Edisi 44, 2-8 April 2007


Adalah wakil Ketua Badan Kehormatan (BK) DPR-RI, T. Gayus Lumbuun, yang menjelaskan kepada publik bahwa dalam kurun waktu Januari 2005 hingga Agustus 2006 telah menerima 75 kasus aduan dari masyarakat. Laporan masyrakat itu menyangkut tugas dan tanggung jawab oknum anggota dewan yang dinilai tidak sesuai dengan harapan masyarakat banyak.

Dari sebanyak kasus aduan tersebut 24 kasus diantaranya tidak bisa diproses karena tindakan oknum anggota dewan yang diadukan itu tidak memenuhi syarat. Dikatakannya, dari sejumlah kasus tersebut sebagian telah diproses dan oknum anggota dewan yang bersangkutan dikenakan sanksi mulai dari teguran hingga pemberhentian sebagai anggota dewan.

Dari jumlah kasus pengaduan yang diproses itu, terdapat satu kasus setelah diproses BK, tersangkanya dikenakan sanksi pemberhentian sebagai anggota dewan. Menurutnya, banyak kasus pengaduan dari masyarakat yang masuk. Contohnya oknum anggota dewan membuat surat keterangan palsu yang menyatakan istrinya meninggal sehingga ia bisa kawin lagi, padahal istri tua tersebut belum meninggal. Contoh kasus lainnya, adalah campur tangan oknum anggota dewan mengenai pembangunan suatu proyek dan lainnya, semuanya itu kita proses sesuai dengan ketentuan, tugas dan wewenang BK. Disebutkan juga, diantara sekian kasus itu adalah laporan masyarakat tentang oknum anggota dewan meminta fee dari proyek yang sedang dibangun.

***
Oleh karena bekerja atas dasar pengaduan, maka memang sudah merupakan suatu keharusan apabila Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat (BK DPR) harus transparan kepada masyarakat dalam mengambil semua keputusan yang menyangkut kinerja DPR. Mengapa? Sebab BK harus mempertanggungjawabkan kepada rakyat sebagai konstituens, Kasus yang terjadi selama ini, BK tidak cukup well inform kepada public. Contoh kasus, saat BK memberikan kepada 18 anggota DPR yang dianggap melanggar kode etik Dari 18 anggota dewan tersebut, hanya satu orang yang namanya diumumkan kepada publik beserta alasan pemberian sanksi. Padahal BK DPR adalah sebuah mahkamah yang bertugas mengontrol kinerja DPR sesuai dengan tata tertib dan kode etik. BK DPR harus mempertanggungjawabkan keputusannya kepada publik. Biar publik yang menilai apakah keputusan yang dibuat BK sudah tepat atau tidak.

Demikian juga dalam pemberian sanksi, selama ini BK DPR tidak memiliki acuan yang pasti tentang pemberian sanksi kepada anggota DPR. Baik atas pelanggaran tata tertib dan kode etik DPR atau karena kasus lainnya. Di dalam tata tertib hanya disebutkan ada tiga macam sanksi, yaitu berat, sedang, dan ringan. Namun hal-hal apa yang masuk masing-masing kategori tersebut tidak disebutkan.Demikian juga dalam hal memutuskan sansi, selama ini yang muncul ke public hanya berupa teguran tertulis, pemberhentian dari jabatan pimpinan DPR atau pimpinan alat kelengkapan DPR atau pemberhentian sebagai anggota DPR.

Dengan sanksi seperti itu, memang tidak menimbulkan efek jera bagi anggota DPR. Pada saat yang sama, juga tidak lantas membuat anggota DPR lebih bertanggungjawab untuk menjalankan fungsi dan perannya sebagai wakil rakyat.

Memalui BK DPR, memang untuk memastikan agar anggota DPR selain mampu menjalankan fungsi dan perannya, juga agar menjaga dan menegakkan martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas Dewan. Untuk itu, maka public harus tahu. Dan untuk menjaga akuntabilitas publik yang lebih baik, DPR perlu menata kembali mekanisme kerja keparlemenan di satu pihak, dan format penilaian serta struktur keanggotaan BK di lain pihak.

***
Kritik tajam terhadap BK DPR RI memang sudah dikemukakan. Kritiknya tertuju kepada BK DPR yang dipandang tidak berbuat-apa terhadap kinerja anggota dewan. Sejak dilantik 1 Oktober 2004 bukan cuma menimbulkan ketidakpuasan, tetapi juga kekecewaan masyarakat. Selama satu setengah bulan DPR menghabiskan waktu dengan berkonflik. Setelah konflik mereda, DPR justru bersantai-santai dan mangkir dari rapat komisi kendati masa libur belum tiba.

Salah satu kritik tajam yang pernah dikemukakan, antara lain oleh Mochtar Pabottingi yang mengatakan bahwa anggota DPR telah mengecewakan rakyat yang telah memilih mereka. Badan Kehormatan DPR sudah tidak berguna lagi jika. Laporan yang disampaikan masyarakat kepada Badan Kehormatan DPR terhadap anggota DPR mangkir bersidang dipastikan akan sia-sia.

Belajar dari kecenderungan selama ini, tampak beberapa kecenderungan. Pertama,BK cenderung menjadi lembaga yang dominant negosiasi politiknya. Tampak ada kecenderungan tebang pilih dengan mempertimbangkan kekuatan politik yang berada dibelakangnya. Kedua, BK DPR cenderung tidak tegas, banyak issue-issue percaloan anggaran oleh oknum anggota DPR yang kemudian tidak ada kabarnya lagi.

Ellyasa KH Darwis

Network