Perlindungan Bagi Pembela HAM


Ellyasa KH Darwis
Opindo, edisi 30, 4-10 Desember 2006

ADALAH Asmara Nababan Mantan Sekjen Komnas HAM yang menilai Pemerintah Indonesia perlu membentuk sebuah unit khusus berbasis gender yang menangani masalah-masalah pelanggaran HAM। Rekomendasi ini disampaikan mengingat masih lemahnya perlindungan terhadap para pembela HAM. Mengapa hal itu penting? Jawabnya, tak lain lantaran saat ini ancaman kekerasan terhadap pembela perempuan lebih banyak terjadi daripada pembela laki-laki dengan bentuk-bentuk kekerasan yang beragam.

Kekerasan terhadao pembela HAM, tentu satu ironi, padahal dalam Deklarasi Pembela HAM tahun 1999 pasal 1 secara jelas menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak secara sendiri-sendiri maupun bersama orang lain untuk mengajukan dan memperjuangkan perlindungan HAM dan kebebasan fundamental diarea Internasional dan Nasional. Seorang aktivis perempuan seperti Suciwati istri almarhum Munir dan korban-korban lainnya terus melakukan tuntutan kepada Negara merupakan hal yang wajar karena mereka menuntut haknya.

Tak hanya itu, negara secara tegas telah memberikan perlindungan kepada setiap masyarakat termasuk pembela HAM sebagaimana tersurat dalam pasal 28c ayat 2 tentang hak untuk mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasar. Pertanyaanya? Mengapa para pembela HAM masih mengalami kekersan berupa pembunuhan, penculikan dan bentuk-bentuk yang lainnya? Jelas dalam konteks ini, negaralah yang harus bertanggungjawab atas perlindungan pembela HAM.

UUD’45 pasal 28 I ayat (4) dengan tegas menyatakan perlindungan, pemajuan penegakan, dan pemenuhan HAM adalah tanggungjawab negara. Hanya saja, sejauh yang terjadi selama ini, negara memang belum sepenuhnya memperbaiki kerusakan yang dialami para pembela HAM seperti terror, pembunuhan, penyiksaan, penganiayaan, penghilangan secara paksa. Seriuskan negara dalam hal ini? Ataukah perlindungan terhadap pembela HAM hanya sebatas retorika belaka?.

*****

MASALAH Perlindungan bagi aktivis HAM, bukan masalah baru. Sebelumnya Human Right Watch pernah mendesak pemerintah untuk melindungi para pembela HAM di Indonesia. Pernyataan tertulis itu dikirimkan bertepatan dengan hari tewasnya pengampanye dan pejuang HAM, Munir Said Thalib. Dalam suratnya, Human Rights Watch (HRW), Direktur Wilayah Asia Brad Adams mengingatkan Pemerintah Indonesia untuk menemukan dan mencari pelaku pembunuhan pengampanye HAM Munir Said Thalib. Organisai yang berbasis di New York ini berjanji akan mendukung segala upaya bagi pengungkapan kasus pembunuhan Munir, termasuk penghukuman bagi otak pembunuhan.

Menurut organisasi berbasis di New York ini, transisi demokrasi di Indonesia sangat membutuhkan pemantauan dan pelaporan HAM yang imparsial dan kredibel. Kerja organisasi dan pembela HAM di Indonesia sangat penting untuk membantu pemenuhan komitemen negara Indonesia yang telah berjanji untuk mempromosikan dan melindungi HAM. Dalam penilaian HRW, masih terdapat banyak sekali persoalan impunitas di Indonesia, terutama di wilayah konflik Aceh, Poso, Ambon, dan Papua, kerja-kerja pembela HAM sering kali masih sangat berbahaya dan berisiko.

***

KALANGAN aktivis HAM, selain mendesak untuk semakin memperhatikan perlindungan terhadap para pembela HAM, juga meminta pemerintah untuk meresponse masalah serius yang selama ini problematis dalam penegakkan HAM. Oleh aktivis HAM, pemerintah dinilai; pertama, belum mengadopsi Deklarasi Pembela HAM untuk masuk dan menjadi dasar pertimbangan peraturan perundang-undangan.

Kedua, banyaknya kasus kekerasan yang menimpa aktivis pembela HAM, mulai dari kriminalisasi aktivis, gugatan terhadap aktivis, black propaganda dan stigmatisasi, tindakan-tindakan terror dan intimidasi, hingga upaya pelanggaran hukum yang serius seperti pengejaran, penangkapan, penggeledahan dan penahanan sewenang-wenang, penyiksaan, penculikan, hingga berujung pada pembunuhan. Ironisnya,

Ketiga, pemerintah yang seharusnya melakukan perlindungan terhadap para pembela HAM tersebut, tetapi justru banyak kasus kekerasan terhadap aktivis pembela HAM yang menunjukkan adanya upaya kejahatan tersistematisir yang dilakukan Pemerintah untuk membungkam aktivitas pembelaan terhadap HAM;

Keempat, melakukan pembiaran terhadap kejahatan yang dilakukan pihak-pihak lain pada aktivis pembela HAM, terutama terhadap aktivis perempuan pembela HAM;

Kelima, Pemerintah tetap mempertahankan peraturan-peraturan yang sangat merugikan kerja-kerja para pembela HAM, antara lain beberapa pasal hatzaai artikelen dan pasal-pasal makar dalam KUHP, UU Penyampaian Pendapat di muka umum, UU Anti Terorisme, dsb;

Keenam, pemerintah justru memproduksi dan atau membiarkan peraturan-peraturan yang justru merugikan aktivis pembela HAM, antara lain RUU Intelejen, RUU Rahasia Negara, Perda-perda yang berhubungan Syariat Islam;

Ketujuh, berbagai kasus kekerasan terhadap aktivis pembela HAM, termasuk kasus Munir, sengaja digantung penyelesaiannya dan tidak ada itikad baik untuk melaksanakan penegakan hukum dan meningkatkan perlindungan terhadap aktivis pembela HAM.

Network