Wajah Koruptor Di Layar Kaca


Oleh Ellyasa KH Darwis (Opindo, edisi 28/20-26 Nop 2006

Kejaksaan Agung mulai 16 Oktober lalu menayangkan wajah koruptor bukan hal baru di negeri ini. Tentu ini bukan suatu hal yang sama sekali baru, pada era Suharto misalnya, hal yang sama juga pernah dilakukan. Wajah-wajah koruptor muncul dalam layar kaca. Hanya saja, meski upaya itu telah dilakukan, tetapi banyak kalangan yang menilai korupsi bukannya menurun sebaliknya malah meluas dan indeks persepsi korupsi negeri ini tetap menempati ranking yang sama sekali tidak membanggakan. Tetap saja bertengger di papan atas negara terkorupsi di dunia.

Memory kolektif masyarakat tentu belum hilang, beberapa tahun silam, di layar kaca wajah buronan pembobol trilyunan rupiah Bank Bapindo (kini merger jadi Bank Mandiri) Eddy Tansil yang juga ditayangkan di TV beberapa tahun lalu. Hingga kini buronan yang paling dicari itu belum juga tertangkap atau menyerahkan diri. Itu sebabnya upaya pemberantasan korupsi menjadi sangat pelik.

Kemarin, wajah mantan Direktur Utama PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia atau BPUI Sudjiono Timan, koruptor dana pinjaman pemerintah senilai Rp 90 milyar, menjadi koruptor pertama yang ditayangkan wajahnya di satu stasiun televisi swasta nasional. Harapannya masyarakat tergerak untuk proaktif melaporkan pelaku kepada yang berwajib. Pada sisi lain, seperti diharapkan oleh Jaksa Agung, upaya penayangan itu selain akan memberikan shock therapy. Juga diharapkan akan mendorong kesungguhan aparat penegak hukum, khususnya Kejati daerah agar proaktif dan sungguh-sungguh dalam menangani kasus-kasus korupsi. Jaksa Agung pantas resah, kasus-kasus yang dibawa Kejati ke ke pengadilan baru sedikit dan tak jarang tersangkanya sering divonis bebas.

Mencermati jalan pikiran Jaksa Agung, memang layak disambut dengan baik dan patut diacungi jempol. Bisa dibayangkan, jika melihat indeks persepsi korupsi (IPK) negeri ini yang menduduki peringkat yang tak membanggakan, maka setiap hari bisa jadi akan muncul wajah-wajah koruptor di layar kaca.

Masalahnya, penayangan wajah itu hanya salah satu cara. Yang lebih penting dan tak kalah seriusnya untuk upaya pembenahan internal lembaga penegak hukum sendiri. Masih hangat di ingatakan ketika penyidik BPK yang berhasil menguak kasus di KPU, tetapi belakangan ternyata penyidik itu memiliki masalah dan harus terjerak hukum pula.

Dari sini, selain penayangan wajah koruptur itu, yang tak kalang pentingnya adalah memastikan aparat penegak hukum harus bersih, tegas dan punya target waktu untuk mengejar para koruptor itu. Tegasnya, institusi pemberantasan korupsi harusnya sudah lebih dulu bebas dari korupsi. Hal ini penting mengingat tali temali korupsi sangat pelik dan tak jarang sangat berliku dengan kaitan-kaitan yang tidak mudah.

****
Untuk memberantas Korupsi, memang kita membutuhkan kehidupan politik yang transparent, fair dan accountable. Tegaknya prinsip clean and healthy government. Untuk itu semua pihak harus terlibat untuk melawan 'korupsi, kolusi, dan nepotisme'. Cronyism harus dibasmi habis. Rule of Law dan hak asasi manusia harus menjadi landasan. Tentu saja, hukum memainkan peran instrumental dalam memberantas korupsi. Di sini, pranata-pranata hukum yang penting, di sini adalah kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan profesi hukum lainnya (konsultan hukum, advokat dan notaris) dituntut meningkatkan kinerjanya. Dan sudah pasti, itu hanya mungkin terjadi jika institusi penegak hukum kita telah bebas dari segala bentuk kolusi, red tape, mafia peradilan dan sebagainya karena bukan rahasia umum lagi bahwa pranata-pranata hukum di negeri ini terkenal sangat terpolusi oleh kekuasaan dan keuangan. Salah satu faktor country risk Indonesia menjadi tinggi adalah karena tidak adanya kepastian hukum.

Di sini, Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung dituntut menunjukkan wibawanya. Di pundak Mahkamah Agung terletak beban tanggung jawab untuk menjamin kepastian hukum, keadilan dan tertibnya penyelenggaraan negara. Akan tetapi Mahkamah Agung kita dikenal amat lemah dan rentan terhadap campur tangan dari luar dirinya. Selain itu, kita pun perlu mendorong kepolisian ke sebagai administration of justice system sehingga kepolisian akan merupakan mitra penegak hukum lainnya seperti kejaksaan, pengadilan dan advokat. Pemberantasan korupsi akan lebih kukuh jika pihak kepolisian menempatkan dirinya bahu-membahu bersama aparat penegak hukum lainnya, setidaknya tidak ada lagi psychological gap antara kepolisian dengan aparat penegak hukum lainnya.

Tentu, masih belum ada kata terlambat dan masih ada harapan di masa depan akan lebih memberi harapan dalam pemberantasan korupsi jika jika kepastian hukum dan keadilan bisa ditegakkan. Kegagalan memberantas korupsi di negeri ini, karena hukum telah gagal dalam menciptakan clean and healthy government.

***
Tentu saja, penayangan wajah koruptor itu harus disambut baik. Ini suatu langkah yang positif untuk memberi efek jera kepada koruptor. Dengan cara begini dalam jangka panjang, bisa merangsang partisipasi aktif masyarakat dalam upaya pemberantasan korupsi. Untuk itu, masyarakat yang memberikan informasi keberadaan buronan koruptor harus diberikan perlindungan hukum dan keamanan.

Untuk itu, saatnya Jaksa Agung dan semua institusi jajaran penegak hukum membuktikan bahwa penayangan wajah koruptor di lawar kaca itu merupakan satu upaya dalam memberantas korupsi. Pesimisme banyak kalangan yang dingin-dingin saja menghadapi terobosan itu, harus dijawab dengan tindakan yang nyata. Kinerja penegak hukum harus meningkat dan tentu saja, buktinya sangat mudah ditelusur, yakni kasus-kasus korupsi berhasil di tangani dan yang lebih penting lagi, aparat penegak hukumnya sendiri harus bebas dari korupsi itu sendiri.

Ini tentu pekerjaan rumah lama yang mesti harus dikerjakan. Tentu kita kuatir, terobosan wajah koruptor di layar kaca itu merupakan cermin ketidakberdayaan lembaga penegak hukum dalam menangkap tersangka yang tak berhasil ditangkap.

0 komentar:

Network