Kritis Tak Untuk Menjatuhkan


Oleh Ellyasa KH Darwis (Opindo, edisi 24, 9-15 oktober.2006)

ADALAH Wakil Ketua Umum Partai Golkar Agung Laksono, belum lama ini secara lantang menyatakan bahwa partainya akan tetap kritis, namun demikian sikap tersebut tidak dimaksudkan untuk menjatuhkan pemerintah. Sikap Golkar terhadap pemerintah tidak berubah dengan tetap memberikan dukungan, namun sokongan tersebut tetap akan diberikan dalam bentuk lebih kritis. Partai Golkar mendukung pemerintah tetapi tidak menutup mata atas kebijakan-kebijakan yang dijalankan pemerintah. Oleh karena itu Golkar akan tetap kritis menyikapi kebijakan pemerintah tersebut.

Dibalik sikap kritis itu, tandasnya, tidak ada agenda tersembunyi dari sikap kritis yang ditunjukkan Golkar. Sikap kritis itu juga tidak dimaksudkan untuk menjatuhkan pemerintahan. Dengan sikap kritis, obyektif, dan profesional. Kritik-kritik yang disampaikan diharapkan untuk meningkatkan kinerja pemerintah.

Dia mencontohkan sikap kritis itu antara lain disampaikan ketika menanggapi laporan keuangan pemerintah yang ditetapkan BPK dalam posisi "disclaimer". Dia menambahkan, laporan keuangan tersebut ironis karena menteri keuangannya baru saja memperoleh predikat terbaik di Asia

Jauh-jauh hari sebelumnya, Partai Golkar, pernah menyatakan, akan meninjau ulang posisinya sebagai partai pendukung pemerintah setelah menilai kinerja pemerintahan dan kabinetnya ternyata selama ini kurang memuaskan. Alasannya, tak lain kinerja pemerintahan dan kabinet akhir-akhir ini, ada wacana kemungkinan Golkar mengevaluasi dukungan politik kepada pemerintah.
****

Meskipun demikian. seberapa pun besar kekecewaan Golkar kepada pemerintahan, sikap partai berlambang beringin itu tidak akan seperti PDIP yang mengambil posisi sebagai oposisi pemerintah. Bisa dipahami, bagaimanapun kini Jusuf Kalla sebagai Ketua Umum PG juga menjabat wakil presiden yang ikut mengendalikan jalannya pemerintahan. Harus diakui, sejauh yang terjadi selama ini, Golkar telah banyak berperan sebagai bumper pemerintahan atas sejumlah kebijakannya yang tidak populis, seperti kenaikkan harga BBM atau impor beras. Di sini Partai Golkat pun merasa Golkar hanya difungsikan ibarat barisan pemadam kebakaran.

Adalah hal yang aneh tentunya, jika Partai Golkar kritis terhadap pemerintahan SBY. Bagaimanapun, dengan sendirinya Partai Golkar sudag menjadi partai pemerintah. Dan harusnya ini menjadi kesadaran semua kalangan di tubuh partai Golkar. Pikiran seperti itu, merupakan nalar yang anomali politik. Bagaimana tidak, Partai Golkar dengan Ketua Umumnya menjadi Wapres, jika Partainya beroposisi terhadap pemerintah, tentu dia dapat diartikan akan beroposisi terhadap dirinya sendiri karena jabatannya dalam pemerintahan. Demikian juga jika tetap berada dalam pemerintahan, akan repot dalam menetapkan sikap politiknya sebagai pimpinan puncak Partai Golkar. Kerepotan ini tampak dalam pernyataan Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla. Sedari awal, sejak awal hubungan Golkar dengan pemerintah adalah hubungan kritis, obyektif, dan proporsional. Oleh karena itu Golkar sulit untuk beroposisi dengan pemerintah karena Golkar mendukung apa pun yang bersifat pembangunan.


Di sini, tampak apa yang dikatakan banyak kalangan bahwa bagaimanapun juga Golkar tidak memiliki pengalaman sebagai partai oposisi. Maindset yang berkembang adalah maindset penguasa. Pandangan ini tampak dominan dalam pandangan dan sikap politik Yusuf Kalla itu sendiri.

Tampaknya, Partai Golkar memang sedang bertaruh pada masa depannya. Untuk menyongsong Pemilu mendatang, paling tidak banyak pekerjaan berat yang harus dilakukan sekarang ini. Pertama-tama, identifikasi partai Golkar sebagai partai pemerintah, tentu saja akan sangat terkait dan terkena imbas oleh kebijakan-kebijakan yang tidak populis pada pemerintahan sekarang. Golkar pada saat ini, tampak sebagai alat kekuasaan, pengawal regim politik yang berkuasa sekarang ini.

Kedua, sebagai konsekuensi dari posisi di atas, maka sesungguhnya sangat tidak bisa bersikap seperti yang dikemukakan belakangan ini, yaitu "mendukung tetapi kritis" atau "mitra yang kritis" bagaimanapun merupakan kalimat yang rancu. Sikap seperti ini sangat tidak jelas dan terkesan mau mengambil posisi di dua kali yang berbeda. Sikap itu jelas tidak bisa dijadikan wahana untuk melakukan checks and balances.
***

Dengan konteks seperti itu, agaknya ada dua hal yang akan dilakukan oleh partai Golkar. Pertama-tama, ia akan mencoba cuci tangan atas dukungan yang diberikan selama ini kepada pemerintahan SBY. Dengan cara demikian, maka yang sedang dilakukan adalah upaya menaikkan citra diri partai Golkar bahwa partai ini tidak menjadi bagian dalam pemerintahan. Tentu saja, jalan pikiran seperti sangat susah dimengerti oleh orang awam sekalipun. Bahkan yang lebih dominan dan berkembang luas di publik adalah Partai Golkar sedang melakukan pressuare politik untuk mendapatkan posisi-posisi yang strategis. Tentu ini terkait dengan issue reshufle yang akan dilakukan dalam waktu dekat ini.

Kedua, bisa jadi merupakan ancang-ancang bagi partai Golkar untuk melakukan manuver politik menjelang Pemilu 2009. Pendeknya, Partai Golkar sedang melakukan upaya memoles diri setelah sekian lama citranya menurun sebagai partai pemerintah. Seperti diketahui, kian hari kian terakumulasi berbagai kritik kepada pemerintah, Golkar pun memperoleh banyak sorotan. Sementara dalam tataran kekuasaan, tidak terlalu banyak kue politik yang didapat padahal di legislatatif, setiap saat harus all out melakukan upaya untuk membendung gerakan-garakan politik yang mendelegitimasi pemerintah.

Pada sisi lain, Pemilu 2008 sudah dekat dan tentu saja bagi Golkar sangat berat. Lambat tapi pasti, bisa jadi, citra partai yang sebelumnya dengan sudah payang dibangun oleh Akbar Tanjung sehingga bisa tampil sebagai pemenang dalam Pemilu 2009, akan susah terulang lagi. Sederhana saja formulasinya, apa yang terjadi di atas dengan kasat mata akan berpengaruh ke massa pemilih. Masalahnya, di tengah situasi seperti itu, Partai Golkar tampak setengah-setengah menentukan sikap. Sebagaimana tampak dalam statemen’ sikap kritis tapi tidak untuk menjatuhkan pemerintah”. Gincu politik belaka? Biarlah massa pemilih yang menilainya.

0 komentar:

Network