Integritas Wasit Piala Dunia 2006 dan Kita

Oleh Ellyasa KH Darwis (opindo edisi 09)

WASIT menjadi perhatian dalam mengawal pelaksanaan ajang pelaksanaan piala dunia 2006 agar berjalan dengan fair. Tak urung, orang nomor satu di FIFA, Sepp Blater, gelisah dengan atas buruknya citra wasit selama ini. Ditengarai oleh karena wasit, etika sepak bola merosot oleh ulah wasit. Seperti diketahui, sebelumnya terjadi skandal, seperti yang terjadi di Italia, Belanda dan Jerman. Wasit berkonspirasi ikut dalam penentuan hasil akhir pertandingan. Ini salah satu alasan yang mendorong mengapa Komite Eksekutif FIFA menjadikan wasit sebagai suatu yang penting menjelang kick off Piala.

Harus diakui memang, wasit sebagai orang yang memiliki otoritas penuh dalam mengatur jalannya pertandingan, memang akan menjadi penentu utama apakah etika sepak bola dijunjung tinggi apa tidak. Satu masalah yang sering terjadi dan dilakukan oleh wasit di lapangan adalah ikut menjadi aktor dalam pengaturan skor akhir hasil pertandingan. Contoh yang bisa ditunjuk di sini adalah apa yang dilakukan Robert Hoyzer asal Jerman dan Massimo De Sanctis dari Italia. Keduanya wasit itu terlibat dalam konspirasi mengatur pertandingan. Saat bertugas bertugas di Bundesliga, Hoyzer, terlibat pengaturan skor dalam Liga Jerman. Kini ia dihukum di hotel pro deo.
Keinginan Sepp Blater itu, suatu yang relevan dan harus menjadi perhatian utama. Pada Piala Dunia tahun 2002 lalu misalnya, salah satu masalah yang tetap menjadi aktual dan sekaligus menjadi pergunjingan adalah moralitas wasit yang menurun. Oknum wasit yang menerima suap itu, kabarnya terus menjadi perbincangan di Italia dan Spanyol.

Untuk itu, FIFA secara tegas memberi ultimatum, wasit yang telah membuat pada pertandingan pertamanya, maka tidak akan diberi kesempatan untuk memimpin pertandingan berikutnya. Suatu langkah yang tegas untuk membentangi agar para wasit tidak tergoda untuk lancung.

****

SKANDAL yang terjadi di kalangan wasit, yang dominan sekarang ini adalah skandal perjudian dan pengaturan skor. Kasus ini banyak terjadi di Eropa dan Amerika Selatan. Ditengarai banyak wasit ikut taruhan dan ia dengan kewenangannya mengatur skor jalannya pertandingan. Jika yang terjadi demikian, maka yang terjadi adalah akan berat sesisi, keputusan-keputusan di lapangan akan menguntungkan tim yang dijagokannya.

Untuk menjamin legitimasi Piala Dunia, sebelum ajang akbar itu digelar, FIFA telah menugaskan Jeff Z Klein, Robert Mackey dan staf Harian The Times dan International Herald Tribune untuk terus menyelidiki segala aspek yang berhubungan dengan pesta olahraga terakbar sejagad ini. FIFA sendiri membentuk sebuah perusahaan yang disebut Early Warning System (EWS). Lembaga ini akan terus memonitor semua industri judi dan siapa saja yang mencoba untuk mengatur skor pertandingan Piala Dunia. Tidak jelas bagaimana detail systemnya, tetapi yang pasti lembaga ini akan day to day fokus terhadap peningkatan jumlah situs judi dan pengaruh sindikat judi di Asia, Brasil, Italia, dan Jerman. Jika terjadi gejala yang mengindikasikan akan terjadinya pengaturan skor sekecil apapun, maka tindakan sigap akan dilakukan, dengan mengganti wasit sebelum pelaksanaan pertandingan.

Mengantisipasi agar wasit tidak bisa mengatur gol, FIFA melakukan beberapa langkah penting. Pertama, wasit, pemain dan pelatih diminta untuk menandatangani surat perjanjian yang berisi pernyataan tak satupun dari mereka atau keluarga mereka yang bertaruh di Piala Dunia. Seperti diketahui di banyak Negara, sepak bola, memang tidak lepas dengan pertaruhan judi. Berdasarkan satu situs, setidaknya ada sekitar 1,89 milIar dolar AS akan dipertaruhkan di berbagai situs judi maupun meja judi di Inggris saja.

Kedua, untuk membatasi akses para penjudi, maka tugas-tugas wasit baru diumumkan seminggu sebelum pembukaan. 81 wasit dan asisten wasit yang akan bertugas, dikarantina di Hotel Kempinksi Gravenbruch, Frankfurt, dan dilarang menerima tamu, berkomunikasi atau menerima telepon ke kamarnya dan 24 jam dijaga patroli polisi.

Ketiga, setiap wasit harus menjalani fit and proper test, dan track record-nya dipantau selama setahun terakhir. Nominator kemudian menjalani test selama lima hari, termasuk test peraturan permainan, psikologi dan kondisi fisik. Wasit yang terpilih, setiap pertandingan akan menerima honorarium sebesar 40 ribu dolar AS atau Rp 400 juta. Atau dua kali lipat dari honor setiap wasit pada Piala Dunia 2002.

****

TAMPAKNYA kita harus belajar Stepp Blater, atau kepada FIFA yang ingin menegakkan fair play dalam ajang pertandingan sepak bola dengan menerapkan aturan yang sangat ketat. Sekurang-kurangnya ada tiga hal yang sedang dilakukan oleh FIFA. Pertama, soal komptensi para wasit yang menjadi perhatian utama, dimana hanya orang yang kompetible saja yang akan dipilih. Kedua, soal integritas moral politik dari wasit. Hanya wasit yang tidak memiliki cacat moral dalam menjunjung etika bola saja yang terpilih. Ketiga, soal reward yang besar agar tidak tergoda dan silau dengan tawaran dari pihak luar yang menciderai etika permainan bola.

Di negeri ini, kita melihat ada tekad untuk melakukan upaya agar para pelaksana dan pengambil kebijakan di sector public, untuk menjaga integritas moral politiknya. Dalam sumpah-sumpah pelantikan sangat jelas, dan untuk itu, gaji yang diterima juga ditinggikan. PNS misalnya gajinya dinaikan, DPR gajinya sudah naik berlipat-lipat sejak reformasi. Tapi mengapa masalah penyalah gunaan kekuasaan (abuse of power) masih terjadi. Praktek kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN) masih terjadi di mana-mana. Implikasinya, public di korbankan dan pepatah lama dari Lord Acton power tend to corrupt tetap saja terjadi. Demikian juga dalam penuntasan KKN, pengadilan TIPIKOR misalnya, dari 20 kasus baru empat yang diselesaikan.

Dari sini, kita harus merenung dan berefleksi terhadap apa yang dilakukan Sepp Blater, yang dengan gigih menegakkan citra. Jika demikian halnya, maka jelas masalahnya bukan semata kemauan, harus ada keputusan politik yang tegas dari penguasa negeri ini untuk tegas dalam menerapkan sanksi dan penegakkan aturan. ***

0 komentar:

Network