Zaken Kabinet & Keresahan Partai Pengusung

DI KALANGAN partai politik pengusung koalisi SBY-Budiyono mulai ada keserahan. Sebuah hasil exit poll yang mengatakan bahwa peran partai pengusung sangat kecil kontribusinya, dan kemenangan SBY-Budiyono lebih ditentukan oleh figure pribadi SBY itu sendiri. Kalangan yang dekat dengan SBY pun belum lama ini mengatakan hal sama. Apakah dengan statemen seperti merupakan tengara bahwa SBY tidak akan memperhitungkan posisisi partai pengusung dalam pembagian kursi kabinet kelak, dan lebih banyak menempatkan kalangan professional dalam komposisi kabinetnya atau zaken cabinet? Dengan demikian ke depan, komposisi cabinet akan sedikit diisi oleh kalangan politisi dari partai pengusung sebaliknya, akan lebih banyak diisi oleh kalangan professional yang ahli dalam bidangnya masing-masing.

Bisa jadi oleh karena gelegat itu, partai yang bergabung dalam koalisi pengusung SBY-Budiyono belakangan ini pagi-pagi sudah mulai menyodorkan nama dan mengingatkan kontrak politik yang sebelumnya telah dibuat. Kalangan dekat SBY sendiri, menjawab tuntutan seperti sangat normative sebagai terlalu pagi karena proses PILPRES belum selesai. Alasan yang pamungkas yang mungkin akan dikemukakan nanti adalah soal cabinet adalah hak fereogative atau bukan system parlementer.

Dari awal memang, soal pembagian kursi kabinet tidak pernah dipublikasikan secara terbuka oleh masing-masing pasangan Capres dan Cawapres peserta PILPRES 2009. Bukan suatu yang mengejutkan memang, karena sejak era sebelumnya pun demikian. Dari sudut pemilih memang menjadi tidak jelas, bagaimanapun juga, figure Capres dan Cawapres bukan segalanya, akan lebih ditentukan oleh para pembantu-pembantunya dalam mengawal penerapan kebijakan dan prakteknya pada masa yang akan datang. Dari sudut pandang partai pengusung, memang menjadi mendebarkan. Lebih-lebih kontrak politik yang dilakukan itu tertutup dan juga rawan dan sangat mungkin untuk tidak dipenuhi dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu pula.

*****
ADALAH PKS, anggota peserta koalisi pengusung SBY-Budiyono yang paling awal menyodorkan nama-nama yang akan diusulkan masuk ke dalam barisan cabinet SBY-Budiyono Periode 2009-2014. Alasan yang dikemukakan ke public adalah, PKS hendak mengingatkan kontrak politik yang dibuat dengan SBY sebelum secara resmi menjadi pengusung.

Ekspresi PKS itu, bisa merupakan signal kepada SBY-Budiono bahwa ada kontrak politik yang ditandatangi kedua belah pihak terkait soal koalisi politik. Keberanian PKS itu, memang sempat mendapat cibiran di sana-sini, khusunya di jaringan sosial seperti Face Book. Saya sendiri, awalnya termasuk orang yang tak habis mengerti dengan langkah PKS yang menuntut jatah kursi pada saat proses PILPRES belum tuntas.

Belakangan baru menyadari, kesesahan itu tidak hanya pada PKS. Secara diam-diam anggota partai pengusungpun mengalami hal yang sama, hanya ekspresinya yang berbeda-beda. Jika PKS tegas atau terus terang, sementara yang lain dikemukakan secara halus.

Mengapa anggota koalisi perlu menuntut kepastian. Duagaan saya, terdapat beberapa hal yang jika ditelisik secara seksama bisa menjadi clausul. Pertama, hasil exit poll yang dikeluarkan sebuah lembaga survey yang mengatakan bahwa simpatisan koalisi tidak sepenuhnya menentukan pilihan kepada SBY-Budiyono pada PILPRES 8 Juli yang lalu. Jika benar temuan itu, artinya eksistensi partai politik sebagai mesing penggalang dukungan dipertanyakan kinerja dan efektifitasnya. Bagimanapun juga, hasil exit poll bisa sebagai alat audit untuk mengukur kemampuan partai politik menggerakkan simpatisannya untuk memilih calon yang diusung oleh partainya.

Kedua, kemenangan SBY-Budiyono, berdasarkan hasil survey juga ditengarai lebih karena figure SBY sendiri. Hasil temuan itu, tentu saja sangat tidak mengenakan posisi dan peran partai pengusung. Partai pengusung tidak lebih sebagai pelengkap belaka dalam pemenangan SBY-Budiyono. Jargon kematian partai politik kemudian dikemukakan sebagai tesis. Tak hanya, berdasarkan kemenangan SBY-Budiyono ini juga kemudian dianggap sebagai era berakhirnya primordialisme dalam politik di negeri ini. Tak urung, sinyalemen seperti itu secara tidak langsung menafikan posisi partai pendukung SBY-Budiyono yang sebagian besar memang masih mengandalkan basis primordialisme untuk menggalang dukungan. PKS (dengan islam kotanya), PAN (dengan kemuhamadiyahannya), PKB (dengan ke NU-annya), PPP (dengan Islam tradisionalnmya).

Ketiga, menilik pada penyusunan cabinet saat periode sebelumnya. SBY konon banyak mengabaikan rekomendasi resmi yang diusulkan oleh pengurus parpol terhadap nama-nama yang diajukan oleh partai pengusung. SBY mengambil orang lain dari partai yang sama untuk duduk di cabinet. Jika informasi ini benar adanya, keresahan yang dikemukakan oleh beberapa partai pengusung boleh jadi merupakan pertanda atau tuntutan agar SBY mengakomodasi nama yang resmi diusung oleh partai pengusung. Bagi partai politik jelas hal ini merupakan pertaruhan eksistensi diri dihadapan simpatisannya dan juga di jagat politik negeri ini.

Keempat, dibalik semua ini kekuatiran yang terbesar adalah kemungkinan SBY-Budiyono akan membentuk zaken kabinet. Kabinet yang akan datang akan lebih didominasi oleh kalangan professional yang ahli dalam bidangnya untuk memimpin sebuah depertemen. Pilihan ke arah itu bukan suatu yang tidak mungkin dilakukan sekarang ini. Apabila pada periode sebelumnya, meski terpilih sebagai mandatris tetapi dirinya tidak leluasa menentukan orang-orang yang tepat untuk di duduk di cabinet karena perolehan suara Partai Demokrat yang tidak terlalu signifikan. Konon JK sebagai wakil lebih dominan menentukan komposisi cabinet, khususnya untuk bidang yang strategis.

Pelajaran penting lainnya adalah, anggota koalisi periode yang lalu banyak yang main dua kaki. Pada saat menenentukan kebijakan yang kritis, banyak yang mencari aman dengan cara seolah-olah tidak menjadi bagian dari keputusan yang diambil oleh SBY. Sebaliknya, bila ada kebijakan yang popular ramai-ramai mengclaim menjadi bagiannya.


****
NAGA-NAGANYA, SBY memang tidak akan mengakomodasi terlalu banyak partai pengusung ke dalam komposisi kabinetnya pada periode yang akan datang. Kemenangan 60% pada PILPRES sekarang ini (lepas dari segala kontroversi yang mengiringi) serta kursi Partai Demokrat yang spektakuler, menjadi pemenang dan dari koalisinya mayoritas untuk mengawal kebijakan-kebijakan politik yang akan diambilnya kelak. SBY jelas sangat powerful dan cukup percaya diri. Belajar dari desakan beberapa partai koalisi yang keberatan saat menentukan Budiyono sebagai Cawapres, semua itu menunjukkan bahwa SBY cukup percaya diri. Kukuh pada kenyakinan politiknya dan tak terpengaruh oleh maneuver dan pressure yang diarahkan kepadanya.

Sangat mungkin kemudian, apabila dalam penyusunan komposisi cabinet akan sangat didominasi oleh kalangan professional untuk membentuk zaken kabinet. Sementara jatah untuk anggota koalisi akan dinberikan untuk posisi yang tidak terlalu strategis dan mengganggu arah serta kebijakan politik yang akan diimplementasikan. Sudah pasti yang akan dipilih adalah sosok yang loyal, tidak memiliki agenda politik yang terkait dengan kepentingan pragmatis partai politik tertentu.

Jika demikian adanya, maka bukan berarti SBY tidak akan menghadapi persoalan. Pelajaran penting dari mendiang mantan presiden Suharto adalah, ketika memilih para teknokrat untuk duduk sebagai bagian dari kabinetnya, secara politik memang aman. Teknokrat memang tidak terlalu berhubungan dengan kepentingan politik praksis, karena memang tidak memiliki basis pendukung yang jelas. Oleh karena itu menjadi leluasa untuk merumuskan dan menerjemahkan kebijakan politiknya sesuai dengan keahliannya. Kabinet memang menjadi sangat efektif, kompak dan selalu satu suara. Betul-betul menjadi pembantu presiden seperti yang diamanatkan dalam ketentuan UUD 45.

Akan tetapi, belajar pada mendiang mantan Presiden Suharto pula, teknorat ternyata merumuskan kebijakan secara liner sesuai dengan disiplin keilmuan yang dimilikinya. Kekuaranggan adalah, menjadi asik dengan dirinya sendiri, menutup sama sekali partisipasi publik. Tidak hirau dengan masalah-masalah yang terjadi di akar rumput, ‘kekeh’ pada kenyakinan dan basis teori keilmuan yang dimilikinya. Kebenaran ilmiah digunakan untuk membaca kebenaran politik. Akibatnya, tidak mempunyai ‘hati’ dan melihat masalah-masalah sosial kemanusian yang diakibatkan oleh kebijakan yang diambil sebagai ekses sementara semata.

Satu kelemahan mendasar dari zaken cabinet adalah minimnya basis konstituensi. Kebijakan yang akan diambil berjarak dengan realitas atau aspirasi yang dikumandangkan oleh rakyat pemilih. Tidak ada ikatan yang kental dan kuat antara kebijakan yang diambil dengan masalah yang dihadapi oleh masyarakat pemilih. Pada sisi lain, semua akan berlindung kepada SBY sendiri jika terjadi apa-apa pada kebijakan yang diambil. Salah-salah, atau jika tidak hati-hati, semua akan berlindung di balik SBY sendiri sebagaimana yang pernah terjadi pada era mendiang mantan presiden Suhartio.

Idealnya memang, komposisi cabinet mencerminkan paduan tiga hal. Pertama-tama soal kompetensi, tidak sembarang orang meskipun direkomendasi partai pengusung untuk duduk dalam cabinet. Kedua, memiliki basis konstituensi yang jelas. Dengan cara demikian, agar menghindarkan anggota cabinet untuk asik merumuskan kebijakan sendiri sesuai dengan disiplin atau keahlian yang dimilikinya. Dan yang terakhir adalah memiliki integritas moral politik yang jelas dan kuat. Ketiganya memang suatu yang tak bisa dipisahkan satu sama lain. Saling terkait dan mengunci satu sama lain.

Apabila tiga hal di atas diperhatikan, insya Allah, akan membantu SBY sendiri dalam menjalankan amanat sebagai mandataris pada periode kedua ini. Sekaligus bisa menutup titik lemah dari pasangan SBY-Budiono sendiri, yang oleh banyak kalangan, disebut sebagai kurang dalam sense of urgency dalam menyikapi masalah-masalah populis. Semoga!

15 komentar:

rudi said...

Zaken kabinet akan membuat risau pemburu kekuasaan ...

rental mobil murah said...

semoga indonesia kedepannya lebih maju lagi

Anonymous said...

perlu memeriksa:)

Anonymous said...

Ya, mungkin karena itu

Anonymous said...

Ellyasa,

mohon bantuan untuk isi dan promosikan kuesioner penelitian saya

http://defrimardinsyah.wordpress.com/2010/01/07/survey-online-dapat-hadiah-usb/

http://www.ebankingsurvey.com/limesurvey/index.php?sid=35685&lang=id

terima kasih
Defri

risma2006 said...

Aku kurang begitu paham kalo bicara politik bos.

tips dan triks said...

wahhh bagus mas article nya..kunjungi juga blog qw yang dofollow ya

Program kasir said...

aduh sudah runyem polittik di Indonesia ini ...
cmcmcmcmcm ...

thom said...

Saya teh masa bodo kalo ngomong politik. Gak menarik :D Pusing duluan kalo ngomong eta teh. Mending ngomong soal SEO/ web aja hehehe...

Bukan Sekedar Blogger Bertuah said...

DAPAT INFORMASI DARI BLOG SOBAT INI.. TERIMA KASIH YA..

Sewa Mobil Bali said...

emang politik diinonesia ini politiknya sudah sangat runyam sekali,,,huhuhuhuh...

sewa mobil di bali said...

Aku kurang begitu paham kalo bicara politik nich...

sewa mobil di surabaya said...

salam kenal ya gan

Sewa Mobil Bandung said...

politik dua yang selalu berubah2.. gak ada teman sejati, tak ada musuh sejati, yang ada hanya kepentingan yang sejati.. so jangan di ambil pusing masalah politik, sama kaya anak kecil paginya berkelahi, sore bisa temenan lagi....

EX-PI said...

nice informasi mas..............

Network