Banyaknya Massa Mengambang: Beberapa Catatan Lepas

Selama perjalanan ke tanah kelahiran, di atas Kereta Api, saya mencoba mengeksplorasi bagaimana komunikasi politik para caleg selama kampanye. Terus terang saya penasaran dengan banyaknya massa mengambang menjelang Pemilu yang tinggal menghitung hari. Tulisan ini tak lebih, sekadar catatan-catatan lepas belaka.

Mengapa menjelang pelaksanaan hari “H” Pemilu masih banyak massa yang mengambang. Hasil survey yang dilansir oleh sebuah media beberapa hari yang mengindikasikan kecenderungan itu . Apakah hal itu merupakan tengara bahwa partai-partai politik sampai dengan penghujung akhir masa kampanye tak menyentuh ke masyarakat dalam melakukan sosialisasi diri? Jika demikian adanya, maka merupakan suatu kewajaran. Bagaimana mau menetapkan sebuah pilihan apabila masyarakat tak mengenal caleg-caleg yang digadang-gadang oleh masing-m asing partai politik.

Sebaliknya, apabila sosialisasi diri telah merata sebagaimana ditunjukkan dengan banyaknya atribut, baner, stiker para caleg yang terpajang di setiap sudut strategis, tetapi masyarakat masih banyak yang mengambang. Jelas, hal itu mengindikasikan adanya kejenuhan politik sedang berkembang, merebak dan merata di masyarakat.

Atau bisa juga ditelisik dari sisi lain, soal cara sosialisasi dan penggalangan yang dilakukan para caleg itu sendiri. Jelas, sepanjang yang bisa diamati selama ini, dengan system Pemilu yang berubah tetapi tampaknya partai politik masih menggunakan pendekatan-pendekatan lama. Mobilisasi massa besar-besaran, menggunakan issue kampanye yang tak spesifik. Sebuah partai besar pun akhirnya DPP-nya membuat keputusan dan intruksi, bahwa calon nomor satu yang harus didukung, sebab urutan itu menunjukkan tingkat pengabdian yang bersangkutan kepada partai.

Hanya Memikirkan Diri


Sekali lagi, apa bila betul apa yang dipaparkan di atas, menjadi jelas dan mulai bisa dicari tahu pangkal soalnya. Dalam pandangan saya, pangkal persoalannya adalah partai-partai politik masih memikirkan diri sendiri. Merumuskan dan memproduksi issue yang dilansir ke publik, yang tidak terlalu menyentuh langsung dengan persoalan yang bekembang di masyarakat. Caleg, khususnya Caleg DPR RI, jangan yang tahu, mengerti dan memahami aspirasi yang berkembang di masyarakat. Jarang yang mengerti sejarah social, nilai-nilai budaya yang berkembang, harkat dan martabat yang diperjuangkan masyarakat. Istilah yang digunakankan pun sering kali caleg partai di dapil. Padahal ada istilah lebih enak, lebih mengikat dan menandakan kedekatan, misalnya caleg partai untuk dapil.

Masih banyaknya massa mengambang, juga bisa dibaca sebagai sikap perlawanan terhadap kebijakan elit partai maupun terhadap cara dan pendekatan yang dilakukan partai politik . Sikap seperti tentu saja bukan hal baru, sudah lama berkembang sejak pada periode sebelumnya. Sejak lama tampaknya masyarakat merasa hanya dibutuhkan pada saat Pemilu, setelah itu, tak ada kabar dan berita. Lebih-lebih dengan maraknya kasus, beberapa anggota legislative yang dulu didukung atau minta dukungan, tetapi setelah itu lupa diri dan tak hanya itu, ia terlibat dalam masalah-masalah moral politik. Baik penyalahgunaan jabatan, korupsi maupun masalah-masalah moral lainnya.
Apa yang terjadi selama ini, tampaknya mempengaruhi bawah sadar masyarakat bahwa menjadi caleg tak lain sebuah kontestasi politik, atas nama aspirasi dan perjuangan politik simpatisan partai. Tak ada lain, dibaliknya tidak lebih sebagai kepentingan diri sendiri untuk mendapatkan posisi yang jika sudah tercapai, akan mudah untuk meraih akses. Oleh karena itu, partai tak ubahnya hanya sebuah kendaraan untuk menuju. Pemilih adalah tiketnya yang bisa menjadi legitimasi politik.

Oleh karena itu, banyaknya massa mengambang menjelang pelaksanaan Pemilu sudah dekat, bisa dibaca sebagai anak kandung dari budaya politik yang bekembang selama ini. Elit politik yang sudah terpilih dan melenggang ke Senayan kemudian lebih banyak mementingkan diri sendiri, sementara rakyat pemilih hanya dipungut suaranya untuk kemudian dilupakan dan diabaikan aspirasi politiknya. Pemilu hanya dianggap sebagai mekanisme untuk ‘memungut’ dukungan dari simpatisan, setelah itu, rakyat pemilih diperhatikan hanya seperlunya belaka.

Sedang Menimbang atau Sedang Menunggu

Cara pandang yang lebih positive terhadap banyaknya massa menyambang adalah masyarakat sedang mempertimbangkan semua program yang ditawarkan oleh para caleg secara dalam-dalam. Sisi personal maupun program yang telah ditawarkan caleg sedang diendapkan. Memang perlu waktu, seseorang untuk bisa sampai menjatuhkan pilihan dan dukungan memang perlu proses refleksi yang matang. Lebih-labih melihat tawaran program semua partai. Nyaris sama dan hanya ada beberapa perbedaan pada aksuentasi bidang-bidang tertentu saja.

Perlu waktu memang dari mengenal, mempertimbangkan, sampai orang merasa aman suaranya dijatuhkan untuk seorang caleg. Dukungan yang tidak akan goyah pada seseorang apadalah apabila sampai pada tahap memaklumi segaka kekurangan yang dmiliki seorang caleg. Pasti, bukan suatu yang mudah, terlebih lagi kalau kekurangan itu pada masalah finansial pada era kapitalisasi politik seperti sekarang ini.

Sayangnya saya tak nyakin. Sebagian besar masyarakat tampaknya mengambang bukan karena alasan yang dipaparkan di atas. Proses itu hanya mungkin terjadi apabila masyarakat memiliki kesempatan untuk mengenal baik secara langsung maupun tidak langsung kepada caleg. Media sosialisasi yang disediakan atau dibuat para caleg tak cukup memadai---kalau tidak mau menyebut sebagai tidak memadai sama sekali. Para caleg tampaknya tidak menyadari, pada saat suara terbanyak yang menentukan, tetapi media dan pendekatan sosialisasi yang digunakan masih mengikuti pola lama. Padahal pendekatan yang dilakukan harusnya lebih individual, harus lebih menyentuh pikiran dan hati masing-masing pemilih. Masyarakat membutuhkan kedekatan terhadap caleg untuk bisa menentukan pilihannya.

Jarang atau hampir sedikit caleg yang memainkan pendekatan yang lebih menyentuh ranah personal pemilih. Sentimen emosi ideology lebih menonjol digunakan. Nebeng dengan nama besar tokoh-tokoh nasional untuk mempengaruhi pemilih.

Banyaknya massa mengambang dengan demikian tengara betapa jauhnya rakyat pemilih dengan para caleg. Pesan para caleg dengan pendekatan dan media yang dipakai tidak efektif untuk mempengaruhi dan mendorong pemilih untuk mengerucut dan menjatuhkan pilihan. Inilah kegagalan para caleg dalam membangun komunikasi politik dengan rakyat pemilih. Pada era liberalisasi politik seperti ini, memang tidak zamannya lagi menggunakan pendekatan sentiment sebagai alat penggalangan. Sudah ada bukti mesin partai tak efektif sebagaimana ditunjukkan pada Pilpres putaran pertama.

Lalu, akan kemanakah suara mengambang akan lari dalam Pemilu 2009 ini? Ada beberapa kemungkinan. Pertama, akan Golput. Dengan demikian prosentase rakyat pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya akan meningkat. Golput dengan demikian disamping karena ketidakpercayaan politik, juga bisa terjadi sebagai akibat dari cara dan pendekatan yang tidak pas terhadap rakyat pemilih. Politik toh pada akhirnya merupakan seni mempengaruhi kepada orang lain untuk memberikan dukungan.

Kedua, akan menentukan suara saat di TPS. Jika hal ini yang terjadi, maka bisa disebut sosialisasi dan penggalangan dukungan yang dilakukan para caleg, tidak berpengaruh. Padahal media sosialisasi banyak dibuat para caleg, menurut beberapa sumber anggaran belanja yang dikeluarkan prosentasenya naik tajam berlipat-lipat. Lalu jika pemilih yang menentukan suara saat di TPS, artinya pemilih yang akan menggunakan suaranya berdasarkan mainstream. Caleg dan partai politik yang memiliki jaringan sistematis yang bisa dioptimalisasi untuk membuat citra sebagai yang dipilih banyak oranglah yang akan menjadi rujukan. Politik dengan demikian tak ubahnya sebuah trend mode belaka. Dunia fashion, siapa yang mampu membuat citra yang didukung banyak orang, maka dialah yang akan menjadi pilihan.

Ketiga, massa mengambang juga membuka peluang bagi yang memiliki kekuatan finansial untuk main di injury time dengan pendekatan ‘money politics”. Potensinya sangat besar. Di kalangan masyarakat banyak berkembang persepsi bahwa para caleg itu orang yang sedang merebut posisi. Kelak apabila terpilih akan dengan mudah mendapatkan sesuatu dan oleh karena itu, sebelum menjadi pun harus memberikan sesuatu pula. Politik diekspresikan secara banal, sebagai seni untuk mendapatkan sesuatu yang sangat kongret dan cepat. Pangkalnya dari fakta empiris, pemilih tak merasakan manfaat dari dukungan yang diberian, sementara di media banyak diekspose berita para anggota legislative yang menyakiti perasaan pemilihnya.

Pada akhirnya, harus ditegaskan bahwa banyaknya massa mengambang menjelang pelaksaan Pemilu, merupakan anak kandung dari komunikasi politik yang dibangun dan dikembangkan para caleg selama ini. Tak ada asap kalau tak ada pagi atau juga bisa dikatatan pendekatan dan sosialisasi yang dilakukan para caleg, jauh api dari panggang. Wallahu A’lam.

9 komentar:

Titi Resmiyati said...

Itu pertanda caleg memanfaatkan waktu kampanye yang panjang untuk mendekati masyarakat. Pertanda juga angka golput akan tinggi.

Anonymous said...

Analisis anda akan terkonfirmasi pada tanggal 9 April yang tinggal beberapa hari lagi.

bcom said...

dengan hasil pemilu kemarin... dan banyaknya caleg yang mengambil kembali apa yang telah disumbangkan kepada masyarakat, hanya karena di area dimana para caleg menyumbang ternyata tidak berpihak ke dia, gimana menurut anda? Apakah ini merupakan keboborkan mental para caleg ? atau kurangnya sosialisasi dari caleg itu sendiri?

negeri hijau said...

hasil pemilu memang kurang memuaskan.

sayang sekali

negeri hijau said...

kita berharap kedepan bisalebih baik lagi

-tikabanget- said...

wah, ini bagus diposting di politikana ini.. ^^

rizky said...

waduh pusing da kalo mikir in masalah politik mulu :(( huuu,,

moga ajah negara ini lebih baek lagi, amin. bertepatan dng hari kebangkitan nasional, menjadi lebih baek terus dan terus maju, tak mundur dan makin dodol.

rulyabdillah said...

bener kalo boleh saya posting ulang nih di blog politika gue http://petahana.blogspot.com

Lukisan Minimalis said...

berharap negara tercinta kedepannnya lebih baik lagi...

selamat bertugas tuk caleg-caleg yang terpilih... amanah rakyat da di pundak kalian

Network