Terserah Presiden



Opini, edisi 40, 5 -10 Maret 2007



Seperti biasa, pejabat politik di negeri ini saat dinilai harus bertanggung jawab secara moral dan politik, selalu sulit untuk dilakukan. Demikian halnya yang terjadi pada Menteri Perhubungan Hatta Radjasa. Menteri yang selama menjabat sebagai orang nomor satu di Departemen Perhubungan itu, oleh banyak kalangan di desak untuk mundur sebagai pertanggungjawaban moral dan politik atas serangkaian kecelakaan yang terjadi selama ini. Kita tahu, selama ia menjabat sebagai menteri, berbagai kecelakaan terjadi, baik di darat laut maupun di udara.



Menteri Perhubungan Hatta Rajasa adalah pejabat negara yang paling bertanggung jawab terhadap kecelakaan transportasi belakangan ini. Jika mau dirunut, memang banyak kecelakaan. Sebut saja dari yang paling anyar terbakarnya Kapal Levina, jatuhnya pesawat Adam Air rute Surabaya-Manado. Nasib 102 penumpang dan awak pesawat itu hingga kini masih tak tentu rimbanya. Lima kapal karam hanya dalam sepuluh hari. Kapal Senopati Nusantara, yang membawa 628 penumpang, karam di perairan Pulau Mandalika. Lalu kapal Sinar Baru karam di Benoa, Bali. Di Batam, kapal Santosa 89 diempas gelombang. Di Selat Bangka, kapal Tristar I terempas. Dan di Karimunjawa, kapal Bunga Anggrek karam. Belum lagi serangkaian kecelakaan kereta api yang terjadi selama dia menjabat.



Ini semua menunjukkan bahwa manajemen transportasi kita ternyata begitu buruk. Sistem pengawasan yang lemah, menjadi penyebab utama. Melihat serangkaian kecelakaan dengan jumlah nyawa yang melayang tidak sedikit itu, wajar banyak kalangan yang mendesak agar ia mundur. Mundur, bukan berarti lari dari tanggung jawab, tetapi lebih kepada memberi kesempatan kepada orang lain untuk memperbaiki keadaan





*****

Jadi, wajar jika ia belakangan jadi sasaran atas terjadinya berbagai kecelakaan transportasi di Indonesia. Suara lantang dikemukakan oleh Aliansi Mahasiswa Peduli Transportasi (Alma Peta) menuntut pertanggungjawabannya atas musibah yang kerap terjadi akhir-akhir ini. Mereka menilai Hatta Rajasa lemah dalam menjalankan tugasnya. “Kami meminta Hatta Rajasa bertanggungjawab dan mundur dari jabatannya. Dia telah melakukan kesalahan besar, sehingga tragedi kecelakaan menimpa bangsa kita, termasuk jatuhnya Adam Air dan tenggelamnya Kapal Senopati Nusantara,” kata Koordinator Alma Peta, Saiful Arif di Jakarta, belum lama ini.



Alma Peta merupakan organisasi gabungan mahasiswa Universitas Indonesia (UI), Universitas YAI, Universitas Gunadarma, UIN Ciputat serta Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Mereka merasa prihatin dengan semakin meningkatnya angka kecelakaan di Indonesia akibat tidak becusnya Hatta Rajasa dalam menjalankan tugasnya. “Setiap tahun dalam periode kepemimpinan Hatta Rajasa, ribuan nyawa hilang sia-sia akibat dari berbagai tragedi yang terjadi pada transportasi publik, mulai dari kereta api, kapal laut, hingga pesawat terbang. Yang terakhir dua kecelakaan terburuk yaitu, tenggelamnya KM Senopati dengan lebih 300 korban, dan hilangnya pesawat terbang Adam Air yang sampai sekarang tak tentu rimbanya,” katanya.



Daftar kecelakaan tranasportasi dunia, mengalami tren penurunan dengan semakin baiknya pelayanan dan manejemen transportasi. Ironisnya, di bawah kepemimpinan Hatta, frekwensi kecelakaan pesawat terbang dan kapal laut di Indonesia justru mengalami kenaikan yang cukup fantastis. Belum lagi kecelakaan yang terjadi pada transportasi darat seperti kereta api, yang mengakibatkan puluhan ribu nyawa terenggut sia-sia.



Fakta itu oleh banyak kalangan disebut sebagai bukti rendahnya kinerja pemerintahan di bidang perhubungan. Fakta itu tidak bisa dibiarkan begitu saja dengan berlindung atas nama 'kecelakaan' yang kemudian tidak ada pertanggungjawaban publiknya,



**

“Terserah Presidenlah”, itu statemen resmi menjawab desakan untuk mengundurkan diri sebagai bentuk tanggung jawab atas berbagai kecelakaan di bidang transportasi akhir-akhir ini.



Mundur dari jabatan, memang belum merupakan tradisi politik di negeri ini. Tentu ini berbeda dengan di negara lain, Jepang misalnya, untuk sekedar menyebut contoh, pejabat politik sering mundur jika dirinya dianggap gagal dalam menjalan tugas.

Presiden mungkin tidak akan memberhentikannya. Sebab akan menanggangu peta koalisi yang dibangun selama ini. Barangkali kini harapannya tinggal kepada DPP PAN. Di sini pengurus partai berlambang matahari itu dituntut untuk arif dan bijaksana. Untuk menarik kadernya dari kabinet, sebab menyalahkan pejabat di bawah bukan jamannya lagi. Dalam budaya "good governance", yang bersih dan berwibawa orang yang bertanggung jawab adalah orang-orang yang berada di atas bukan orang-orang yang berada di bawahnya yang dikorbankan.

Ellyasa KH Darwis

Network