Memindahkan Ibu Kota

Opindo, edisi 37 12-18 Pebruari 2007

Adalah Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) A. Muhaimin Iskandar yang menilai Jakarta sudah tidak layak lagi dipertahankan sebagai ibukota negara dan pusat pemerintahan sehingga mulai perlu dipikirkan penggantinya. Harus dikaji secara serius (pemindahan ibukota negara). Peristiwa banjir yang selama beberapa hari menggenangi kawasan Jakarta, harus dijadikan momentum untuk kembali memikirkan tata ruang secara serius, termasuk kemungkinan memindahkan ibukota negara.

Argumen Muhaimin, jika Jakarta tetap dipertahankan sebagai ibukota negara, maka bukan mustahil suatu ketika Jakarta akan lumpuh. Dikatakannya, usul Ketua Umum Dewan Syuro PKB yang juga mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) agar ibukota dipindah ke Subang, Jawa Barat, bisa dikaji lebih lanjut. PKB sendiri sepakat dengan pembagian fungsi kota, misalnya pembagian antara kota pusat pemerintahan dengan pusat bisnis. Sejumlah negara maju memisahkan antara kota pusat pemerintahan dengan pusat bisnis. Amerika Serikat, misalnya, memilih Washington sebagai pusat pemerintahan, sementara pusat bisnisnya antara lain di New York, Manhattan.
Memindahkan ibukota, merupakan suatu keniscayaan. Secara obyektif, Jakarta sudah tidak kondusif lagi jika tetap dipertahankan sebagai ibukota karena sudah over capacity.

Tentu saja, memindahkan ibukota atau pusat pemerintahan bukan perkara mudah. Selain membutuhkan dana yang sangat besar, juga dibutuhkan pengkajian yang sangat serius dan tak kalah penting adalah membutuhkan konsensus nasional. Memindahkan ibu kota bukan suatu yang mudah. Banyak permasalahan yang harus dikaji secara cermat dan matang.. Tentu saja hal ini harus segera diputuskan. Jakarta sudah begitu ruwet dan bebannya begitu berat plus banjir dahsyat. Beban ganda terus menumpuk baik sebagai pusat pemerintahan pada satu sisi, juga sebagai pusat perdagangan, keuangan, dan industri. Wajar kemudian kalau terjadi penumpukan beragam fungsi di Jakarta itu selama ini, telah mengakibatkan peningkatan urbanisasi, yang pada akhirnya menambah beban Jakarta dengan banyak permasalahan sosial, yang semakin sulit terpecahkan.

****

Banyak alasan yang dikemukakan mengapa ibu kota negara harus dipindahkan. Dari karena masalahlah semrawutnya tata kota, lalu lintas dampai terakhir soal banjir yang merendam nyaris 70% wilayah Jakarta. Bajir tahun ini, bukan hanya merendam ibu kota tetapi juga merendam tempat tinggal mereka. Dambaknya jelas terhadap masalah sosial sosial, ekonomi, serta menimbulkan masalah penyakit yang selalu menyertai.

Dengan pertimbangan seperti itu, maka Jakarta dianggap tak layak lagi ibu kota negara, sebagai pusat pengendalian pemerintahan. Ketua DPR Agung Laksono dalam pembahasan RUU Tata Ruang di DPR menekankan sudah saatnya kantor presiden yang menjadi pusat pengendali pemerintahan dipindahkan ke tempat yang lebih kondusif. Tentu, banyak alasan yang patut dikaji secara seksama untuk membuat keputusan politik dalam rangka memindahkah ibu kota negara ini.

Secara geografis memang Jakarta memang tidak layak dibangun. Daerah muara Sungai Ciliwung ini terlalu banyak membawa penyakit-penyakit masyarakat tropis. Ribuan orang Eropa meninggal dunia karena malaria. Raffles pernah mencoba memindahkannya ke Bogor. Hasil pekerjaan Raffles masih kita rasakan, yakni Kebun Raya Bogor yang menghimpun banyak kekayaan tumbuhan-tumbuhan. Demikian juga Soekarno pernah berencana mau memindahkan ibu kota negara ini. Hal yang sama juga pernah digagas oleh mantan presiden Suharto, sempat pula muncul wacana untuk memindahkan Jakarta ke Jonggol, Bogor, yang berjarak sekitar 70 kilometer dari Istana Negara saat ini.

****

Bencana Banjir besar yang menggenangi hampir 70 persen wilayah Jakarta, tampaknya mendorong mencuatnya wacana untuk memindahkahkan ibu kota negara ke tempat yang paling aman. Kini Komisi II II DPR, Chozin Cumaidy, sedang sudah dibahas serius di DPR. Dan konon, DPR sudah melakukan pertemuan beberapa kali dengan
Mendagri M Ma'ruf.

Kabarnya juga,.Tim komisi II sudah melakukan kunjungan ke beberapa daerah yang memang layak dijadikan ibu kota negara. Hanya saja, karena masalah ibu kota negara ini sudah ada ketetapan undang-undanganya, maka tentunya UU tersebut harus direvisi dulu
Kalau ibu kota mau dipindahkan.

Soal pemindahan ibu kota negara ini, memang mendapat tanggapan beragam. Kesimpulannya hampir seragam, Jakarta sudah tidak lagi jadi ibu kota yang layak. Jalanan macet dimana-mana sehingga tak layak lagi menjadi pusat pemerintahan. Selain daerah langganan banjir, tata kotanya juga makin hari makin semrawut dengan jumlah penduduk yang makin bertambah setiap tahunnya.

Bisa jadi, kita harus mencontoh Malaysia yang memindahkan ibu kotanya dari Kuala Lumpur ke Putrajaya. Atau, model Australia yang yang memindahkan pusat pemerintahannya ke Canberra. Jadi, Jakarta dijadikan saja pusat kota niaga seperti New York, sementara pusat pemerintahan Amerika Serikat berada di Washington.

Jika demikian halnya, tinggal kota mana yang layak mendapat kehormatan untuk dipilih sebagai pusat pemerintahan. Pasti akan ramai nanti.

Ellyasa KH Darwis

Network