Kekeringan dan Kebijakan Pemerintah

Oleh Ellyasa KH Darwis, Opindo edisi 14/agustus.2006)

Kekeringan yang kini melanda di berbagai daerah dipastikan akan menimbulkan dampak ekonomi dan sosial yang besar. Ketegangan dan masalah sosial seperti pengangguran yang meningkat, hingga kerusuhan, semua itu merupakan ekses dari problem kekeringan. Sehingga diperlukan upaya domestik untuk meringankan beban petani. Hanya saja masalahnya, pemerintah tidak memiliki pemecahan yang sistematika dan komprehensif serta tidak menjadikannya sebagai prioritas utama.

Akibat kekeringan maka segala aktivitas akan terganggu dan mendorong mereka melakukan urbanisasi ke perkotaan. Padahal di sektor informal misalnya, perbedaan sosial akan meningkatkan ketegangan akibat kemiskinan. Pada tingkat makro kalau penderitaan rakyat semakin berat, bukan tidak mungkin akan menjadi pemicu terjadinya kekacauan politik. Maka sudah semestinya pemerintah melihat secara serius dan melakukan tindakan preventifnya.

Tentu saja, yg paling dirugikan akibat kekeringan ini adalah masyarakat golongan bawah. Sumber mata pencaharian (income generating) golongan ini mengalami masalah dan tidak memiliki aksesibilitas. Pada sisi lain, tampaknya pemerintah tidak punya pendekatan yang komprehensif dan sistematis untuk menyikapi masalah ini. Padahal kekeringan itu sudah menjadi agenda tahunan dan sesungguhnya dapat diperkirakan. Hanya saja, karena tidak adanya prioritas dari pemerintah atas masalah ini, maka kekeringan membawa dampak yang semakin serius..

Dalam pandangan beberapa ahli, kekeringan yang terjadi sekarang ini merupakan akibat dari perubahan iklim ekstrim dan pola yang tidak menentu ini disebabkan oleh meningkatnya suhu rata-rata di permukaan bumi. Peningkatan suhu itu juga karena manusia juga yang selama berabab-abad menganggap dirinya tuan dan penguasa alam. Sejak revolusi industri, gas-gas dihasilkan dan implikasinya kemudian seperti yang kita rasakan sekarang, terjadi pemanasan global.
Implikasinya kemudian, terjadinya perubahan iklim yang mempengaruhi kehidupan di bumi. Seperti naiknya curah hujan di sebagian belahan bumi sehingga menyebabkan banjir dan erosi.

Pada saat yang sama, di belahan bumi lainnya akan mengalami musim kering yang berkepanjangan akibat naiknya suhu. Selain itu permukaan air laut jadi naik karena mencairnya es dan glasier di kutub. Paling parah, meningkatnya penyebaran penyakit tropis, dan punahnya beberapa spesies yang tidak bisa beradaptasi dengan perubahan iklim.

Andai saja manusia teguh pada prinsip tanggung jawab (moral responsibility for nature) maka tidak perlu terjadi tragedy, yang meminjam istilahnya Garret Hardin sebagai “the tragedy of the commons”.
***

Di tengah-tengah kekeringan seperti yang terjadi sekarang ini, tentu manusia memiliki kewajiban moral dan politik untuk mengatasi secara kolektif masalah ini. Dalam Konferensi Tingkat Tinggi Dunia tentang Pembangunan Berkelanjutan (World Summit on Sustainable Development) beberapa tahun lalu, dilakukan evaluasi kritis akan menghasilkan sebuah review yang komprehensif dan terbuka. Satu hal yang penting adalah adanya kesadaran bersama untuk melakukan lingkungan dan pengelolaan sumber daya alam harus diintegrasikan dengan masalah-masalah sosial seperti kemiskinan. Konsep ini, bisa menjembatani dua kubu yang sebelumnya bertentangan, yaitu pembangunan ekonomi dan konservasi lingkungan.

Ditekankan bahwa masalah lingkungan sangat terkait erat dengan kondisi ekonomi dan masalah keadilan sosial. Kebutuhan sosial, lingkungan dan ekonomi harus dipenuhi secara seimbang sehingga hasilnya akan berlanjut hingga generasi-generasi yang akan datang. Jadi, ada faktor sosial, ekonomi dan lingkungan saling tergantung dan bisa merubah satu dengan yang lainnya. Juga diakui bahwa keberhasilan sebuah tindakan atau program harus dilanjutkan agar hasilnya bisa berlangsung terus menerus.

Perubahan iklim merupakan sebuah ancaman serius. Karena itu diperlukan usaha bersama yang harus dilakukan oleh semua negara di seluruh dunia. Untuk itu dibentuklah sebuah konvensi yang dikenal dengan Konvensi PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) untuk Perubahan Iklim, yang kemudian diikenal dengan UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate Change). Tujuan utama UNFCCC adalah menstabilkan konsentrasi GRK di lapisan atmosfer pada tingkat yang aman bagi sistim iklim. Namun belum ada kewajiban yang mengikat, seperti target tingkat konsentrasi GRK yang aman dan kerangka waktu pencapaian target.

Bagaimana dengan Negara kita? Indonesia sudah menandatangani Konvensi PBB untuk Perubahan Iklim tahun 1994. Jadi, Negara kita sepakat dengan tujuan utama dari konvensi tersebut. Bagi Indonesia, perubahan iklim merupakan ancaman yang serius. Contohnya, krisis pangan karena kekeringan, rusaknya infrastruktur karena banjir, pulau-pulau yang tenggelam dan rusaknya daerah pesisir karena peningkatan permukaan laut. Diikuti dengan meningkatnya kasus penyakit tropis, dan punahnya beberapa spesies karena tak mampu beradaptasi.

***

Agak berat memang untuk mengatasi masalah kekeringan seperti yang terjadi sekarang ini. Diperlukan adanya perubahan sikap mental dan skaligus membangun budaya baru, yang oleh Arne Ness sebagai ecosphy, suatu gerakan kearifan merawat bumi sebagai sebuah rumah tangga untuk menjadikan sebagai tempat yang nyaman bagi semua kehidupan.

Dengan demikian, gerakan ini memandang bahwa pada dasarnya krisis lingkungan yang terjadi belakangan ini merupakan krisis kehidupan, tidak ada cara lain, selain dengan meninggalkan pola dan gaya hidup yang selama ini lebih menggambarkan manusia sebagai centrum (antrophosentrisme). Pelan tapi pasti, kita harus beradaftasi untuk menghadapinya. Langkah mendesak yang segera harus dilakukan sekarang ini adalah mempersiapkan manajemen dampak perubahan iklim, pemberdayaan masyarakat agar dapat melakukan swadaya dalam beradaptasi, perencanaan dan persiapan yang baik terhadap bencana-bencana yang akan terjadi.

Dalam konteks ini, tampaknya kita harus belajar kepada pemerintah Thailand dan Filipina, terurama dalam soal mengatasi kekeringan. Pemerintah Thailand jauh-jauh hari sudah mengantisififasi dengan memperingatkan kepada petani akan bahaya kekeringan, dengan cara demikian, maka bias dilakukan penyesuaian jenis tanaman yang akan ditanam. Pada sisi lain, satuan tugas guna membantu penduduk, mengirimkan kendaraan pengangkut air, menyiapkan hujan buatan, dan waduk-waduk.

0 komentar:

Network