Aroma Politik Kekerabatan

Aroma politik kekerabatan sangat kental dalam penyusunan daftar caleg. Beberapa partai politik, diantaranya; PDIP, PG, PAN, PBB, PPP, dan PBR ---untuk menyebut sebagian diantaranya—tak juga bisa melepaskan diri dari aroma politik kekerabatan dalam penyusunan caleg. Keluarga pemimpin partai, dan ada kecenderungan akan mewarnai dalam bursa caleg Pemilu 2009. Kecenderungan nepotisme, tampaknya bukan masalah, dan dianggap bukan lagi masalah sosial untuk menempatkan orang-orang yang mempunyai hubungan kekeluargaan karena kedudukan mereka adalah warga negara yang memiliki hak.

Elit politik di setiap partai politik, tampaknya sedang menata dan menyusun langkah-langkah untuk membangun kokohnya dinasti politik keluarganya dalam kancah politik nasional. Keluarga Megawati Sukarnoputri mempersiapkan putrinya Puan Maharani, Agung Laksono mengajukan Dave Laksono dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, mengajukan Edi Baskoro.

Elit-elit politik di masing-masing partai politik, sedang mempersiapkan orang-orang yang memiliki hubungan darah untuk dipromote menjadi menjadi elit politik mengikuti jejak dirinya. Kecenderungan seperti ini, politik yang berbasis pada kekekarabatan meski sejak jaman orde baru dikritik, akan tetapi tidak kunjung hilang juga. Sebaliknya, menjelang Pemilu 2009 tambah subur dan menguat di banyak partai.


****
Jelas, kecenderungan seperti itu merupakan langkah berbahaya bagi perkembangan demokrasi kebangsaan. Secara psikologis di internal partai, nepotisme pencalonan akan menggeser kader potensial yang sudah lama berkiprah dan mengabdi pada partai. Mereka tergeser hanya karena tidak memiliki patron. Hanya karena hubungan darah, anak-anak tokoh/elit partai politik itu diajukan sebagai caleg. Sementara karya, kompetensi dan integritas moral politiknya belum teruji. Hanya karena orang tuanya adalah elite partai, maka mendapatkan prevelege untuk menjadi caleg.

Kecenderungan ini juga menunjukkan bahwa politik itu lebih merupakan warisan untuk mengukuhkan pengaruh dan trah dalam politik di partainya masing-masing dan secara umum dalam belantara politik nasional. Menjadi politisi, dengan demikian dipandang sebagai persoalan hubungan darah atau persoalan hubungan biologis. Jika demikian perkembangannya, maka partai politik hanyalah merupakan sebuah kendaraan elit partai untuk mempertahankan dinasti politik. Kekuasaan, pengaruh dan posisi politik dipertahankan dan dilanggengkan geneologi politik menjadi persoalan keluarga. Dengan cara demikian, maka kelak trah, kekuasaan dan kelanggengan dinasti politik keluarga akan terjaga dan terus menerus diakui di partainya masing-masing.

Menguat dan menonjolnya politik kekerabatan dalam penyusunan caleg seperti di paparkan di atas, menunjukkan bahwa meskipun partai politik tengah dirancang sebagai sistem politik yang modern, akan tetapi dalam struktur budaya yang berkembang di kalangan elit partai ternyata masih sangat tradisional. Masih kuat bercokok budaya dan sistem lama, budaya politik kekerabatan untuk mengukuhkan dinasti politik. Sejauh yang terjadi selama ini, kecenderungan politik seperti itu sebenarnya hanya hidup dan berkembang pada masyarakat yang masih menggenggam nilai-nilai budaya kesukuan. Pada masyarakat seperti itu, pada tataran pola hubungan politik, dibangun dan dikembangkan berdasarkan garis keturunan (unilineal discent associations). Sementara dalam formasi sosial dan aliansi politik yang dibangun, bertumpu pada pertalian perkawinan dan hubungan darah.

Dalam struktur politik seperti itu, memang merupakan struktur politik yang tertutup bagi kalangan yang bukan berasal dari klan-klan penyangga. Sebaliknya kelompok yang masuk ke dalam inner circle, harus saling bahu membahu untuk menjada dan memastikan tatanan strukrur dan budaya politik yang berkembang tepat kondusif dan aman bagi klannya. Mekanisme seperti itu, terus dikembangkan dan sekaligus dianggap sebagai mekanisme yang efektif untuk bisa memastikan akses politik dan akses ekonomi tidak jatuh ke pihak lain.

*****
Mencermati kecenderungan seperti itu, maka politik sedang diarahkan sebagai sebagai masalah geneologi. Para elit partai politik sedang memperjuangkan dan melakukan langkah untuk memelihara geneologi politik di kalangan anggota keluarganya sendiri. Langkah ini dilakukan untuk kepentingan menjaga trah kekuasaan dan keberlangsungan karir politik. Dengan cara demikian, maka dengan sendirinya akses-akses ekonomi yang selama ini dibangun bisa diwariskan kepada penerusnya dari keluarga.

Garis keluarga, hubungan keluarga memang menjadi hal sangat dipercaya. Anak biologis menjadi penting untuk mengamankan posisi dibandingkan dengan anak ideologis. Bukan tanpa alasan mengapa anak biologis, hubungan darah menjadi penting dan harus dipertahankan dan dipertahankan dalam membangun genelogi politik. Ada empat hal mengapa politik kekerabatan dipertahankan dan harus diteruskan oleh penganutnya. Yaitu karena masalah emosionalitas; kepercayaan, loyalitas, solidaritas, dan proteksi.

Keempat hal itu terkait satu sama lain dan hampir-hampir saling melengkapi. Kepercayaan terkait dengan masalah pemberian kewenangan dan juga pertimbangan keamanan. Selain kepercayaan, ditopang dengan loyalitas untuk memback up dan mendukung penuh pihak yang memberi kewenangan. Sedangkan solidaritas adalah sikap untuk menjaga kekompakan agar tidak mudah digoyah dan solid. Ujung dari hubungan itu adalah masalah proteksi, yaitu kesediaan memberi perlindungan guna menjaga posisi (politik) dan memberi rasa aman.


6 komentar:

Anonymous said...

Politik kekerabatan adalah perwujudan dari adanya keinginan melanggengkan dominasi dan hegemoni kuasa dalam partai politik. Tokoh baru yang dimunculkan dipersiapkan sedemikian rupa untuk menggantikan dan mengandalikan jaringan politik yang dimiliki. Masalahnya adalah, selalu tidak ada rekayasa yang mulus. Sebab pemimpin itu bukan diciptakan, akan tetapi lahir dari hasil pergulatan siatuasi dan konsisi.

S Kelana said...

Para elit partai politik sedang membangun, mengkonsolidasi keluarganya untuk sebuah dinasti politik. Jadi nanti ada dinasti politik Sukarno, Megawati, SBY, Agung Laksono, Gus Dur dan lain-lain. Itu dalam skala nasionalnya. Pada tingkat lokal juga tidak jauh berbeda. Elit-elit pasti menitipkan saudara dan anak kandung biologisnya guna membangun dinasti politik. Jadi kelak politik di negeri ini hanyalah kumpulan dari para dinasti-dinasti....

Abe Handoko said...

Dalam filosopi Jawa ada pepatah kacang ora adoh soko lanjarane.. Itu pepatah klasik dan kuno. Dalam teori pedagogy juga telah dibantas dan tidak bisa dipertahankan. Para elit partai kayaknya mabuk dan lupa, bahwa menjadi politisi itu bukan suatu instan. Perlu proses penempaan yang panjang dan melelahkan.

Anonymous said...

wah,..golput ajalah aku...
hehehehe..
golput juga hak,lho!

Anonymous said...

Promosi dan suksesi yang sudah berlangsung sejak dulu, sayangnya terus saja dipelihara. Padahal politik itu juga terkait dengan masalah kompetensi, skill dan yang lebih penting lagi integritas moral politik.

Anonymous said...

Ternyata feodalisme masih berlangsung hingga sekarang...

Network