Ketika Polling Menjadi Menentukan..

Polling kini menjadi salah satu pertimbangan kebijakan politik. Itu tampak dalam sikap politik DPP Partai Demokrat dalam pencalonan cagub dan cawagub pasangan Sukawi Sutarif dan Sudaro dalam bursa pencalonan Cabub dan cawagub Jawa Tengah. Rekomendasi yang sudah diteken DPP Partai Demokrat bisa dicabut jika hasil polling menunjukkan pasangan Sukawi Sutarif dan Sudarto tidak popular di masyarakat Jawa Tengah.



...
Untuk mengetahui aspirasi yang berkembang di tengah masyarakat berikut kecenderungan perilaku politik masyarakat, sejumlah kandidat -menggunakan survey polling untuk menjaring aspirasi dan kecenderungan sikap politik masyarakat. Pengumpulan pendapat masyarakat (polling) yang menggunakan metode statistic ini dapat diandalkan untuk bisa menangkap aspirasi dan kecenderungan pendapat atau sikap politik masyarakat secara obyektif.
...


Sikap itu bisa bermakna dua hal. Pertama, kandidat yang sudah diberi rekomendasi itu diminta untuk kerja keras, mempromosikan diri, menggalangan dukungan. Kedua, sikap itu juga berarti bahwa DPP Partai Demokrat tidak ingin kehilangan muka. Jika kandidatnya tidak laku, maka akan memiliki implikasi terhadap Pemilu 2009. Pendeknya, DPP Partai Demokrat memang ingin mengajukan kandidat yang pasti menang. Vini, vidi, vici? Bisa jadi demikian adanya.

Sejumlah partai politik, memang sudah lama menggunakan polling dan bahkan menjadi kebijakan sebelum tahapan pemberian rekomendasi. Sebut saja di sini, partai Golkar. Partai berlambang beringin itu sudah lama melakukan kegiatan polling untuk mendapatkan baseline kecenderungan masyarakat sebelum menetapkan kadernya dalam bursa PILGUB maupun PILKADA.


***
Polularitas, nama baik dan kemampuan menggalang dukungan memang menjadi tumpuan untuk menggait suara. Artinya, tidak bisa lagi berangkat dari nol, hanya modal dukungan politik elit semata. Konsekuensinya setiap kandidat harus memiliki kemampuan yang memadai untuk menyerap aspirasi rakyat pemilih untuk kemudian memformulasikan dalam bentuk program yang ditawarkan kampanye supaya mendapat dukungan rakyat. Mengacu kepada pengalaman pemilihan presiden langsung atau Pilkada, faktor kandidat yang diusung lebih banyak menentukan dalam perolehan dukungan daripada asal partai kandidat yang bersangkutan. Terbukti bahwa pemilih partai tertentu dalam Pemilu legislatif tidak dengan sendirinya memilih kandidat presiden yang diajukan partai yang bersangkutan. Ada kecenderungan lain yang perlu memperoleh perhatian adalah bahwa pemilih lebih mendukung figur yang dianggap mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi masyarakat. Karena itulah factor publikasi yang intensif cukup menentukan dalam mensosialisasikan kandidat kepada masyarakat luas.

Untuk mengetahui aspirasi yang berkembang di tengah masyarakat berikut kecenderungan perilaku politik masyarakat, sejumlah kandidat -menggunakan survey polling untuk menjaring aspirasi dan kecenderungan sikap politik masyarakat. Pengumpulan pendapat masyarakat (polling) yang menggunakan metode statistic ini dapat diandalkan untuk bisa menangkap aspirasi dan kecenderungan pendapat atau sikap politik masyarakat secara obyektif. Karena itulah banyak kandidat yang menggunakan hasil polling sebagai dasar untuk perencanaan kegiatan memperluas dukungan masyarakat. Melalui polling kegiatan kampanye menjadi lebih fokus sehingga alokasi dana bisa lebih terarah.

Hasil polling juga dapat diolah menjadi peta politik dan popularitas masing-masing kandidat. Dalam pemilihan langsung seperti Pilkada, popularitas merupakan modal dasar yang penting bagi seorang kandidat. Dalam sistem pemilihan kepala daerah secara langsung, polling bisa membantu seorang kandidat untuk menakar popularitas dirinya di mana masyarakat pemilih diberi kesempatan untuk menilai kemampuan dan mengontrol elit politik secara langsung. Jadi, melalui polling seorang kandidat bisa mengukur bagaimana penerimaan dan dukungan dari masyarakat (George C Edward: 1983, hal. 13-16). Sudah terbukti bahwa polling dapat membantu kandidat untuk mengetahui posisi dirinya.

Polling juga bisa dipakai untuk mendeteksi sentimen masyarakat pada tahap kandidat sebelum dilakukan pemberian suara. Itu sebabnya di beberapa Negara maju, polling menjadi bagian tak terpisahkan dari strategi kampanye. Ada lima peran penting polling dalam kontestasi politik (David W Moore, 1995). Pertama, wahana bagi kandidat memperkenalkan dirinya di depan publik. Kedua, membantu kandidat untuk mengetahui issue apa yang didukung publik. Ketiga, membantu kandidat untuk mengetahui tidak saja apa yang diinginkan publik tetapi juga bagaimana publik mempersepsi kandidat. Keempat, sebagai bagian dari kampanye, polling bukan hanya memberi informasi kepada publik tentang apa yang dapat dijual tetapi juga citra diri yang diinginkan publik. Kelima, dapat mengukur sejauh mana kekuatan seorang kandidat di depan publik dan dapat secara akurat mengukur bagaimana persepsi publik terhadap lawan politik. Pendeknya, polling bisa menjadi alat untuk menyediakan informasi dan mengukur perkembangan dukungan masyarakat terhadap kandidat dan posisinya dibandingkan dengan kandidat lain (Stephen Isaac and Willian B Michael, 1996: 50).


***

Pada saat pemilihan langsung seperti sekarang ini, tampaknya polling merupakan hal penting yang tidak bisa diabaikan. Polling menjadi instrument untuk menetapkan kebijakan politik. Hasil polling bisa diolah untuk memetakan issue-issue yang menjadi aspirasi publik serta bagaimana kekuatan diri dalam kontestasi politik dengan kandidat lain, memetakan issue yang bisa dikembangkan mendukung, dan melakukan pemetaan terhadap blocking suara pada tingkat rakyat untuk kemudian diformulasikan menjadi strategi politik oleh tim sukses.

Dengan demikian, setiap langkah dalam pencalonan selalu berangkat dari aspirasi yang berkembang di masyarakat pada satu sisi, dan pada sisi lain juga bisa digunakan untuk membangun dan menutup sisi lemah yang ada. Hal ini sangat mungkin dilakukan melalui kegiatan polling, kepentingan kandidat bisa diformulasikan dalam bentuk yang tersembunyi sehingga bagian issue yang diungkapkan berbeda dengan yang ada dalam pikiran responden (Sydney Verba, 1986: 6).

Ellyasa KH Darwis

3 komentar:

Anonymous said...

Polling kebanyakan jadi alat kampanye dan tidak fair dalam mempublish hasilnya. Data yang dikemukanan hanya yang menguntungkan pemakai. Bagaimana nih....

Anonymous said...

sudah bukan rahasia lagi, ada sebuah Lembaga Survey ternama di negeri ini yang suka memainklan angka. Seolah-olah pemakainya unggul akan tetapi bohong belaka. Lembaga survey itu kini lagi jadi banyak gunjingan...

Belantara Survei Indonesia said...

bukankah polling atau survei, atau data/atau angka, telah menjadi jendela untuk mendiskusikan persoalan bangsa di era pasca reformasi. siapa dulu yang menggunakan cermin dalam cendela itu. walaupun demikian, lembaga survei manapun, seyogjanya, menjadi pelaku pencerah pada mereka yang tidak mampu menafsirkan angka dalam belantara hidup ini. suhadi semarang, es_lodheng@yahoo.co.id 085226258170

Network