...Semua pihak tentu mencatat statemen Menteri BUMN itu. Kalangan yang konsen terhadap KKN akan mengawasi proses privatisasi ini. Saatnya kita membuktikan good corporate governance sekarang. Akan tetapi memang kita tidak boleh lupa, sebab pengalaman sebelumnya memang privatisasi BUMN kental nuansa politiknya. Jadi wajar kalau sekarang terus diawasi dan dipantau. Agar privatisasi tak lagi untuk menambal defisit APBN apalagi untuk kepentingan Pemilu 2009.
...
Tampaknya, kini ada tekad dari pemerintah untuk tidak lagi menggunakan BUMN sebagai sumber untuk menutup deficit APBN. Tekad dan sekaligus iktikad itu, menyerua dari pernyataan Menteri Keuangan di Gegung DPR minggu lalu. Dengan lantang ia mengatakan mulai Januari 2008, setiap sen uang yang dihasilkan BUMN sebagian besar harus dimanfaatkan untuk mengembangkan usahanya. Sekurang-kurangnya untuk menguasai atau bermain di pasar domestic. Tidak tertutup kemungkinan pula, jika BUMN itu sanggup, akan dirorong menjadi perusahaan terhormat di kawasan regional.
****
Dari statemen itu, tampak arah program privatisasi BUMN pemerintah tahun ini. Lalu BUMN mana yang menjadi prioritas? Merujuk Keputusan sementara Komite Privatisasi menunjukkan ada 34 BUMN yang terpilih untuk masuk dalam daftar antrean privatisasi tahun ini.
Tampak ambisius memang. Di luar program privatisasi 2008 tersebut, ada empat program privatisasi 2007 yang dialihkan ke tahun 2008. Hal itu antara lain penawaran saham maskapai penerbangan Garuda Indonesia kepada investor strategis, lalu Merpati Nusantara, serta Industri Gelas. Alasan pelepasan sebagian saham pemerintah di 34 BUMN tersebut karena perusahaan-perusahaan itu memang membutuhkan pertolongan. Lihat saja, misalnya, pabrik Kertas Kraft Aceh.
Pengalaman sejak 2001 hingga 2007, pemerintah hanya sanggup memprivatisasi maksimal tiga BUMN dalam setahun. Pemerintah terlalu bersemangat. Lebih baik fokus saja ke privatisasi yang sudah direncanakan di 2007, tetapi belum terlaksana atau privatisasi yang dialihkan ke 2008.
Kecurigaan pun muncul. Lebih-lebih menjelang pelaksanaan Pemilu 2009. Banyak pihak mendesak untuk meminimalisir upaya menjadikan anggaran publik dan Badan Usaha Miliki Negara (BUMN) sebagai sapi perahan menuju pemilihan umum 2009.
Rencana penjualan aset BUMN bisa menjadi potensi sokongan dana ilegal untuk peserta Pemilu. Oleh karena itu, dengan lantang ICW mengajak semua pihak untuk mengawasi bersama proses privatiasasi itu jangan sampai malah merugikan keuangan Negara. Dalam catatan ICW, korupsi di tubuh BUMN jumlahnya terbilang sedikit, namun kerugian negara yang ditimbulkan sangat besar. Selama kurun waktu 1998 hingga 2007, tercatat tujuh dari 82 kasus korupsi terjadi di tubuh BUMN. Namun, hanya lewat tujuh kasus tersebut, jumlah kerugian negara hasil korupsi di BUMN mencapai Rp 377,6 miliar.
****
Ada baiknya dikutip statemen Menteri Negara BUMN Sofyan Djalil tahun lalu yang memberi penegasan pihaknya akan terus mengusahakan good corporate governance pada BUMN untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan badan tersebut untuk kepentingan politik mendekati pemilihan umum (pemilu) 2009.
Dengan tegas ia mengatakan BUMN tidak boleh dijadikan tempat untuk mencari dana pemilu dan kepentingan politik lainnya. Untuk itu,akan terus melakukan usaha untuk memperbaiki kinerja BUMN melalui penerapan good corporate governance. Dengan good corporate governance dan good governance itu masalah dengan pemilu tidak relevan. Selama ini kita terlalu besar kecurigaan, kecurigaan dan intervensi politik bisa terjadi kalau aturan mainnya tidak baik, jadi kita bereskan aturan mainnya.
Untuk itu, pihaknya akan terus mengusahakan "good corporate governance" ke BUMN untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan badan tersebut untuk kepentingan politik mencari dana mendekati Pemilihan Pmum (Pemilu) 2009.
Benar, BUMN tidak boleh dijadikan tempat untuk mencari dana pemilu dan kepentingan politik lainnya, upaya untuk memperbaiki kinerja BUMN melalui penerapan "good corporate governance".
Semua pihak tentu mencatat statemen Menteri BUMN itu. Kalangan yang konsen terhadap KKN akan mengawasi proses privatisasi ini. Saatnya kita membuktikan good corporate governance sekarang. Akan tetapi memang kita tidak boleh lupa, sebab pengalaman sebelumnya memang privatisasi BUMN kental nuansa politiknya. Jadi wajar kalau sekarang terus diawasi dan dipantau. Agar privatisasi tak lagi untuk menambal defisit APBN apalagi untuk kepentingan Pemilu 2009.
2 komentar:
saya sepakat, sebaiknya proses privatisasi ini harus diawasi dan dikawal. Tentu saja ini bukan tanpa alasan, pada masa lalu, ditengarai banyak kebocoran dan smoga tak terulang lagi.
Wah lama-lama makin habis saja BUMN kita. Saya kurang setuju jika BUMN hanya dilihat sebagai institusi bisnis semata.
Biar bagaimanapun BUMN harus mengemban misi nasionalisme dan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Bukan malah dijual ke kaum kapitalis.
Susah juga kalau negeri ini sudah dikuasai pedagang...
Post a Comment