Revitalisasi Pertanian




Kebijakan pertanian kita tidak jelas. Sebagai Negara agraris, kita malah mengimport beras, terigu, gandum, kedelai dan lain sebagainya. Akibatnya, ketahanan pangan kita sangat rentan. Semua ini adalah buah dari ambisi kebijakan masa lalu, yang ingin loncat galah dari Negara pertanian mengejar technologi tinggi


Sudah lama kebijakan pertanian diabaikan. Akibatnya, laju peningkatan produksi pangan di Indonesia tidak mampu memenuhi permintaan yang semakin bervariasi. Akibatnya, ketergantungan terhadap impor bahan pangan pun terus menguat. Sedangkan secara ekonomi dan politik, tingkat ketahanan pangan Indonesia pun melemah.
Pada sisi lain, berbagai kebijakan pertanian selama ini sangat tidak memihak petani. Revolusi Hijau, sebagai bentuk dari kapitalisasi pertanian, telah mendesak petani dengan memiskinkan alam, menciptakan distribusi yang timpang, serta memiskinkan kearifan lokal. Masalah ketahanan pangan di Indonesia juga tidak lepas dari krisis moneter dan ekonomi.

...
Kasus kekurangan kedelai yang terjadi sekarang ini, merupakan konsekuensi logis dari kebijakan pertanian selama ini. Lagi-lagi merupakan suatu ironi, negeri agraris tetapi kekuatangan pangan. Dalam kadar serta intensitas tertentu, lebih-lebih jika dilihat dari penyediaan stok pangan, negara ini bias dikatakan dalam taraf kekurangan pangan.
...


Oleh karena itu, dan sesungguhnya sudah lama, untuk membangun ketahanan pangan memerlukan campur tangan dan kebijakan politik dari pemerintah. Negaraa seperti Jepang, Korea Selatan, dan Malaysia, peran pemerintah dalam memperkuat ketahanan pangan nasional masih tetap besar.

********
Kasus kekurangan kedelai yang terjadi sekarang ini, merupakan konsekuensi logis dari kebijakan pertanian selama ini. Lagi-lagi merupakan suatu ironi, negeri agraris tetapi kekuatangan pangan. Dalam kadar serta intensitas tertentu, lebih-lebih jika dilihat dari penyediaan stok pangan, negara ini bias dikatakan dalam taraf kekurangan pangan. Oleh karena itu, harus dilakukan perubahan yang mendasar terhadap kebijakan pertanian, yaitu menata kembali agraria.

Jika dilihat dari pemilikan tanah, kini sudah semakin banyak petani kecil yang tidak menguasai tanah garapan akibat semakin sempitnya lahan pertanian yang dapat dikuasai. Oleh karena itu tentu saja menjadi sangat sulit untuk meningkatkan produksinya. Cara klasik yang bias dilakukan untuk itu adalah gunakan ada teori klasik, yaitu mengembalikan lahan pertanian kepada petani.

Tanpa kebijakan itu, agak susah untuk memenuhi kebutuhan pangan negeri ini. Maka cara gampangnya adalah dengan melakukan import. Angka impor berbagai komoditi pangan, dari tahun ke tahun cenderung naik. Sebut saja misalnya kedelai, jagung dan beras. Data yang ada pada Departemen Perindustrian dan Perdagangan menyebutkan impor beras tahun 2001 mencapai 1,5 juta ton, sementara tahun 1997 hanya 349.000 ton. Kecenderungan yang sama juga terjadi pada kedelai. Impor kedelai yang tahun 1997 sebesar 868.000 ton meningkat menjadi 921.000 ton tahun 2000 dan 1,3 juta ton tahun 2002.

Konsep yang digunakan selama ini, adalah pendekatan bahwa ketahanan pangan bukan lagi swasembada pangan, atau pendekatan dari sisi produksi saja. Konsep ketahanan pangan adalah meningkatkan produksi dalam negeri, memperbaiki distribusi pangan, dan meningkatkan daya beli masyarakat, yang dilakukan dengan pendekatan keunggulan komparatif dan kompetitif. Dengan konsep seperti itu maka menjadi wajar, jika kita akan mengimpor produk-produk yang tidak kompetitif untuk diproduksi di dalam negeri, tetapi akan mengekspor produk yang punya keunggulan kompetitif dan komparatif. Pangan di sini bukan hanya berarti beras, tetapi semua produk tanaman pangan, perikanan, perkebunan, dan peternakan.

***
Naiknya harga Kedelai belakangan ini membuat kita terhenyak. Bukan sekadar kelangkaan stok yang menyebabkan harga beras melambung tinggi terulang untuk kali kesekian. Tapi, lebih dari itu, solusi instan-kontroversial yang ditawarkan pemerintah masih sama dengan tahun sebelumnya: kedelai impor.

Padahal sebelumnya, telah dicanangkan revitalisasi pertanian sebagai salah satu strategi tiga jalur (triple track strategy) pembangunan ekonomi pada pertengahan 2005? Bagaimana pula pembangunan pertanian akan dapat menyejahterakan petani dan meningkatkan devisa, jika kebijakan ketahanan pangan selalu diwarnai komoditi impor?

Problem yang mendasar dalam sektor pertanian dalam upaya memangun ketahanan pangan (food security) adalah, selalu diterapkannya kebijakan pangan murah (cheap food policy). Suatu kebijakan yang ditekankan untuk mengatasi dampak social politik. Jika harga pangan naik, maka kelompok masyoritas dinegeri ini dengan ekonomi yang paspasan akan menjerit dan oleh pemerintah dikuatirkan akan memengaruhi stabilitas politik dan ekonomi. Kebijan seperti ini, tentu saja menempatkan petani sebagai tumbal dan sekaligus juga mengakibatkan hilangnya insentif untuk melipatgandakan produksi yang memicu penurunan produktivitas pertanian.

Di sinilah dilemma yang terjadi selama ini. Jelas pula di sini, kebijakan pangan murah secara tidak langsung telah menempatkan sektor pertanian sebagai instrumen pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam bahasa yang lebih ekstrem, sektor pertanian selama ini telah dijadikan tumbal pembangunan nasional, baik sebagai penyedia pangan murah, bahan baku industri murah, pengendali inflasi, maupun penampung tenaga kerja.

1 komentar:

Anonymous said...

Pertanian selama ini menjadi tumbal pembangunan. Sejak jaman Orde Baru petani menjadi korban politik pemenuhuan kebutuhan pangan. Akibatnya terjadi proses pemiskinan yang sistematis-struktural. Demikian juga dengan kebijakan agrobisnis, yang bisa menikmati hanya pengusaha besar sementara petani tetap dengan masalahnya. Pupuk dan Saprodi mahal, sementara harga jual rendah.

Network